Turbulensi Parah Hantui Pesawat Terbang, Ini Dalangnya
Hide Ads

Turbulensi Parah Hantui Pesawat Terbang, Ini Dalangnya

Fino Yurio Kristo - detikInet
Senin, 27 Mei 2024 13:15 WIB
TAAG Angola Airlines turbulensi parah
Ilustrasi turbulensi. Foto: (CEN/Express UK)
Jakarta -

Turbulensi parah yang melanda pesawat Singapore Airlines belum lama ini menimbulkan satu korban jiwa dan puluhan terluka. Terbaru, pesawat Qatar Airways juga mengalami turbulensi parah di langit Turki dan menyebabkan beberapa orang cedera.

Memang belakangan ini, frekuensi turbulensi menunjukkan tanda-tanda meningkat. Menteri Transportasi Amerika Serikat, Pete Buttigieg, mengatakan bahwa perubahan iklim adalah salah satu penyebab meningkatnya turbulensi penerbangan.

"Kenyataannya adalah, dampak perubahan iklim sudah menimpa kita dalam hal transportasi kita," kata Buttigieg yang dikutip detikINET dari CNBC. Ia memperkirakan bahwa turbulensi adalah sesuatu yang akan terus mempengaruhi perjalanan wisatawan Amerika, baik domestik atau di luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami telah melihat hal ini (perubahan iklim) dalam berbagai bentuk, mulai gelombang panas yang secara statistik tak mungkin terjadi, bahkan mengancam melelehkan kabel-kabel sistem transit di Pacific Northwest, hingga seperti yang Anda sebutkan, musim badai jadi kian ekstrem dan ada indikasi turbulensi naik sekitar 15%," lanjutnya.

"Iklim kita terus berubah. Kebijakan, teknologi, dan infrastruktur kami juga harus berkembang," katanya lagi.

ADVERTISEMENT

Sebuah studi yang diterbitkan jurnal Geophysical Research Letters tahun lalu menemukan terjadi peningkatan turbulensi udara jernih (CAT) antara tahun 1979 dan 2020, dengan turbulensi parah atau lebih besar naik 55% lebih banyak.

Studi lain dari Reading University juga menyebut turbulensi meningkat terkait perubahan kecepatan angin di ketinggian karena udara lebih hangat dari emisi karbon. "Terkait satu dekade riset yang menunjukkan perubahan iklim akan meningkatkan turbulensi di masa depan, kami kini punya bukti bahwa peningkatan sudah dimulai," cetus Profesor Williams, ilmuwan atmosfer Reading University.

Meskipun Buttigieg menyebut turbulensi mematikan seperti yang terjadi pada penerbangan Singapore Airlines sangat jarang terjadi, ia menambahkan bahwa turbulensi kadang muncul secara tidak terduga. "Kita perlu terus mengevaluasi kembali hal ini mengingat kenyataan bahwa hal-hal ini lebih sering terjadi dan lebih parah daripada sebelumnya," pungkasnya.




(fyk/rns)