Erupsi Gunung Ruang Semburkan SO2, Dampaknya Bisa Dinginkan Bumi
Hide Ads

Eureka!

Erupsi Gunung Ruang Semburkan SO2, Dampaknya Bisa Dinginkan Bumi

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 10 Mei 2024 11:00 WIB
Foto udara kondisi Gunung Ruang yang mengeluarkan asap dari kawah terlihat dari Pelabuhan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, Sabtu (4/5/2024).Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan status Gunung Ruang masih dalam status awas atau level IV dan kegempaan masih didominasi oleh tremor menerus sehingga penduduk yang bermukimanΒ  di wilayah Tagulandang masuk dalam radius enam kilometer agar segera dievakuasi ke tempat aman.ANTARA FOTO/Andri Saputra/wpa.
Foto: ANTARA FOTO/ANDRI SAPUTRA
Jakarta -

Erupsi Gunung Ruang sejak Selasa (16/4) mengeluarkan gas Sulfur Dioksida (SO2). Semburan SO2 dari erupsi gunung yang terletak di Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara terlihat pekat dan bisa menjangkau wilayah yang cukup jauh.

SO2 adalah salah satu gas oksida sulfur yang mudah larut dalam air dan memiliki bau khas namun tidak berwarna. Dampak dari tercemarnya udara dengan material SO2 dari erupsi Gunung Ruang ini antara lain menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, seperti tenggorokan dan saluran udara di paru-paru.

Pemerintah Provinsi setempat bahkan mengeluarkan peringatan waspada dampak SO2 akibat letusan dari Gunung Ruang. Namun bagaimana dampak SO2 pada lingkungan sekitar?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena ini dibahas Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung, Dr. Eng. Ir. Mirzam Abdurrachman, ST, MT, di acara 'Eureka! Raungan Gunung Ruang', Senin (6/5).

"Setiap gunung api akan mengeluarkan erupsi abu vulkanik dan gas, tetapi gasnya bisa berbeda-beda," kata Mirzam seraya memperlihatkan gambar yang memperlihatkan polusi atmosfer akibat erupsi Gunung Ruang pada 29-30 April 2024.

ADVERTISEMENT
Penyebaran SO2 dari erupsi Gunung RuangFoto: Mirzam Abdurrachman

"Terlihat bagaimana gas ini dikeluarkan pada tanggal 29 sampai 30 (April) kemudian menyebar dengan sangat cepat. Nah ternyata aerosol yang dikeluarkan itu tergantung jenisnya," sebut Mirzam.

Ia menjelaskan, jika gas yang dikeluarkan didominasi karbon dioksida (CO2), maka akan menimbulkan efek rumah kaca yang berkontribusi pada global warming atau pemanasan global. Namun jika gasnya didominasi SO2, maka yang terjadi adalah sebaliknya, yakni global cooling atau pendinginan global.

"Jadi efeknya akan tergantung yang dikeluarkan adalah apa. Kalau dikeluarkan CO2, maka terjadi pemanasan. Tapi kalau SO2 mungkin bagus karena sekarang situasi lagi panas. SO2 yang keluar dari sana akan menjadi dingin," jelasnya.

Mirzam juga memperingatkan kemungkinan lain jika SO2 bereaksi dengan air yang akan menjadi hujan asam. "Kalau SO2 ini bereaksi dengan gugus -OH, menjadi hujan asam yang akan berdampak terhadap kesehatan, terhadap material, infrastruktur menjadi korosif, dan sebagainya," kata Mirzam.

Namun setidaknya, ia ingin menyampaikan bahwa letusan gunung api itu tidak selalu menyebabkan terjadinya pemanasan global, karena bisa jadi yang malah sebaliknya yakni pendinginan global.

"(Gunung) Tambora, letusan besarnya itu menyebabkan terjadinya global cooling, perang di Eropa berakhir. Toba, konon 74 ribu tahun lalu, dijadikan 'tersangka' peristiwa global cooling," kata Mirzam.




(rns/rns)
Berita Terkait