Misteri Lingkaran Aneh Tersebar di Seluruh Dunia, Ilmuwan Bingung
Hide Ads

Misteri Lingkaran Aneh Tersebar di Seluruh Dunia, Ilmuwan Bingung

Khalisa Fitri - detikInet
Jumat, 29 Sep 2023 10:40 WIB
Misteri lingkaran aneh
Lingkaran aneh di gurun Namibia. Foto: Independent
Jakarta -

Selama beberapa dekade, ilmuwan memperdebatkan asal mula pola berbentuk semacam lingkaran polkadot yang aneh di tanah tandus. Pola ini ditemukan di Gurun Namibia di Afrika dan di pedalaman Australia, serta mungkin lebih banyak lagi.

Seiring berjalannya waktu, tumbuh kecurigaan dari para ilmuwan bahwa fenomena yang disebut sebagai fairy circle (lingkaran peri) ini bisa saja terjadi di negara lain.

Berdasarkan penemuan satelit, diketahui bahwa kemungkinan besar fairy circle sebenarnya lebih tersebar, di 263 lokasi di 15 negara dari 3 benua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menemukan lokasi fairy circle di banyak tempat yang sebelumnya kita tidak tahu. Ini dikarenakan sebelumnya, kami lebih fokus hanya pada dua negara yaitu Namibia dan Australia," ujar Fernando Maestre, ahli ekologi di Universitas Alicante Spanyol sekaligus penulis penelitian, seperti yang dilansir detikINET dari The New York Times , Jumat (29/9/2023)

Ilmuwan lain yang juga meneliti fairy circle berkata bahwa diperlukan penelitian lapangan untuk memastikan bahwa bidang melingkar gunung yang terlihat itu benar-benar fairy circle.

ADVERTISEMENT

"Di semua daerah kering dunia ada banyak lahan gundul yang disebabkan oleh berbagai macam proses," ujar Norbert Jurgens, ahli ekologi emeritus di Universitas Hamburg.

Awalnya, ilmuwan data yang juga anggota tim Maestre, menemukan sesuatu yang aneh di Google Earth, yaitu pola di Nigeria yang mirip fairy circle. Penemuan ini mengantarkan mereka pada hipotesis bahwa ada fairy circle lainnya di penjuru dunia ini.

Untuk membuktikannya, tim melatih sebuah model pengenalan pola menggunakan gambar fairy circle dari Namibia dan Australia. Mereka mengaplikasikan model itu di seluruh citra satelit dari 575 ribu bidang lahan tandus seluas dua setengah hektar di seluruh dunia.

Walau lahan tandus mencakup 41% lahan di permukaan bumi, model itu hanya terfokus pada beberapa lokasi yang berpotensi memiliki fairy circle, sekitar 193 mil persegi. Para ilmuwan memeriksa citra satelit dan menemukan bahwa fairy circle ada di hampir semua lokasi yang diidentifikasi model, dari Kazakstan hingga Madagaskar.

Berdasarkan penemuan tersebut, mereka membuat karakteristik tempat yang dapat membentuk fairy circle. Menurut mereka, tempat itu harus panas, kering, tanah berpasir yang rendah nitrogen, dan menerima 4 hingga 12 inci curah hujan tahunan.

"Pola yang kami temui itu sama persis dengan yang ditemukan di Namibia dan Australia," ujar Maestre berdasarkan uji statistik.

Maestre berkata bahwa ia dan timnya sadar betul bahwa fairy circle adalah topik panas yang terus diperdebatkan, sehingga mereka mengambil jalan aman, untuk menghindari perdebatan, dengan mendeskripsikan penemuan mereka sebagai pola vegetasi seperti fairy circle. Penemuan ini menimbulkan banyak reaksi serius.

"Sayangnya, penelitian ini melemahkan makna fairy circle dan mengabaikan definisi sebenarnya fairy circle di dalam prosesnya," ujar Stephen Getzin, ahli ekologi di Universitas Gottingen di Jerman.

Pada tahun 2021, Getzin dan timnya berpendapat bahwa lingkaran peri yang sebenarnya muncul dalam pola kisi-kisi yang teratur. Sedangkan pada penemuan Maestre ini, fairy circle yang teridentifikasi tidak pas dengan ciri-ciri tersebut.

Walter Tschinkel, ahli biologi di Universitas Negeri Florida, setuju dengan pendapat Getzin. "Para ilmuwan tersebut tentu menemukan celah berbentuk bulat atau membulat di iklim kering dan tanah berpasir, pola tersebut tidak cocok dengan kriteria fairy circle." ujarnya.

Maestre kemudian menyebut bahwa "Definisi dari Dr. Getzin tidak didukung oleh seluruh komunitas ilmiah yang bekerja untuk fairy circle."

Bagaimanapun, perdebatan ini masih terus berlanjut. Masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan apa yang menyebabkannya.

*Artikel ini ditulis oleh KhalishaFitri, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(fyk/fyk)