China Simulasi Ledakan Nuklir Sapu Bersih Satelit Elon Musk

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 04 Agu 2023 18:10 WIB
China Simulasikan Ledakan Nuklir Bisa Sapu Bersih Satelit Elon Musk. Foto: Getty Images
Jakarta -

Fisikawan China mensimulasikan ledakan nuklir terhadap satelit. Eksperimen menggunakan komputer itu menunjukkan bahwa hulu ledak yang diledakkan di dekat luar angkasa dapat menonaktifkan ancaman seperti satelit Starlink milik Elon Musk.

Di Northwest Institute of Nuclear Technology, sebuah lembaga penelitian yang dijalankan oleh Tentara Pembebasan Rakyat di Xian, para peneliti mengembangkan model yang dapat mengevaluasi kinerja senjata anti-satelit nuklir pada ketinggian dan hasil yang berbeda dengan detail dan akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa hulu ledak 10 megaton dapat menimbulkan ancaman serius bagi satelit jika meledak pada ketinggian 80 km.

"Ledakan itu dapat mengubah molekul udara menjadi partikel radioaktif dan menghasilkan awan dengan bentuk yang mirip dengan buah pir terbalik," kata fisikawan nuklir Liu Li dan rekan-rekannya dalam makalah yang diterbitkan dalam jurnal Nuclear Techniques.

Dalam waktu sekitar lima menit, awan tersebut dapat naik ke ketinggian hampir 500 km dan menyebar di area seluas lebih dari 140.000 km persegi.

"Radiasi sisa yang kuat dari awan puing dapat menyebabkan kegagalan pesawat ruang angkasa yang bergerak di dalamnya, seperti satelit, atau bahkan menyebabkan kerusakan langsung yang dapat menyebabkan kehancuran," kata para peneliti seperti dikutip dari South China Morning Post.

Perangkap yang ditargetkan

Ada banyak simulasi komputer yang mempelajari penggunaan senjata nuklir terhadap satelit, tetapi sebagian besar berfokus pada ledakan yang terjadi di luar angkasa. Menurut tim Liu, ledakan berbasis ruang angkasa tidak akan menghasilkan banyak awan karena kurangnya udara.

Partikel berenergi tinggi yang dihasilkan oleh peristiwa tersebut sebagian besar akan ditangkap oleh medan magnet Bumi dan menyebar ke seluruh Bumi sebagai sabuk radiasi, mengancam berbagai pesawat ruang angkasa. Ini bisa membuat senjata nuklir tidak efektif dan terlalu berbahaya untuk misi anti-satelit.

Tetapi karena adanya molekul udara di atmosfer Bumi, ledakan di dekat ruang angkasa akan menciptakan awan dengan massa total yang jauh lebih besar daripada bom itu sendiri.

"Karena tingginya konsentrasi produk fisi di dalam awan puing, sinar gamma dan partikel beta yang dilepaskan menjadi kuat, membuat efeknya pada pesawat ruang angkasa dan komunikasi di area yang terkena dampak menjadi lebih kuat," tulis tim Liu.

Segera setelah ledakan, awan akan naik ke atas dengan kecepatan hingga 2,3 km/detik, membuat jebakan besar bagi satelit target. Berdasarkan hasil simulasi, alih-alih tetap berada di orbit, sebagian besar molekul udara akan jatuh kembali ke Bumi, menghindari efek sabuk radiasi dan secara signifikan mengurangi risiko ke satelit atau pesawat ruang angkasa lain.

Ancaman satelit Elon Musk

Sebuah studi militer China menyebut bahwa jaringan komunikasi Starlink SpaceX sebagai potensi ancaman bagi keamanan nasional China dan mendesak pengembangan kemampuan untuk menonaktifkan atau menjatuhkannya. Untuk diketahui, proyek Starlink bertujuan untuk menempatkan puluhan ribu satelit kecil di orbit rendah Bumi.

Peneliti militer China khawatir bahwa satelit-satelit ini dapat memberikan layanan komunikasi kepada saingan atau menabrak stasiun ruang angkasa atau satelit China, dan bertindak sebagai 'agen bunuh diri' untuk menonaktifkan infrastruktur ruang angkasa China selama perang.

Penanggulangan konvensional seperti rudal anti-satelit dapat melumpuhkan sejumlah target bernilai tinggi, tetapi kehilangan beberapa satelit berbiaya rendah tidak akan memengaruhi operasi Starlink.

Oleh karena itu, beberapa peneliti China mengusulkan mengenai beberapa target yang dipilih dengan cermat yang dapat menghasilkan sejumlah kecil puing luar angkasa.

Pertanyaan terkait hukum

Simulasi itu tidak berarti China akan menggunakannya untuk menyapu bersih satelit seperti Starlink yang dianggap mengancam keamanan nasional.

"Hukum internasional telah melarang pengujian atau penggunaan senjata nuklir baik di luar angkasa maupun di atmosfer," kata peneliti lain yang tidak terlibat dalam studi ini.

Hasil simulasi tidak hanya berlaku untuk satelit tetapi senjata hipersonik, karena banyak di antaranya dirancang untuk menempuh jarak jauh di ketinggian dekat angkasa.

Sejauh ini, China belum pernah menguji senjata nuklir di dekat ruang angkasa. Pada tanggal 1 Agustus 1958, AS meledakkan bom 3,8 megaton di ketinggian 77 km di atas Atol Johnston di sebelah barat Hawaii.

Beberapa penduduk Honolulu mengatakan ledakan tersebut menciptakan bola api yang berubah dari kuning muda menjadi merah, dan awan besar muncul dari bola api tersebut dan tetap terlihat selama sekitar setengah jam.

Tim Liu mengatakan simulasi komputer mereka sangat cocok dengan hasil uji coba di Hawaii, yang akhirnya menghasilkan awan lebih dari 700 km. Meskipun proses fisik yang terlibat dalam ledakan dekat luar angkasa sangat kompleks, model baru ini dapat menghasilkan perkiraan jangkauan dan skala kerusakan.




(rns/rns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork