7 Eksperimen Medis Sadis dalam Sejarah, Bikin Merinding
Hide Ads

7 Eksperimen Medis Sadis dalam Sejarah, Bikin Merinding

Tim - detikInet
Rabu, 26 Jul 2023 13:10 WIB
Kembar 3 yang dipisahkan
Kembar 3 yang dipisahkan untuk eksperimen. Foto: Live Science
Jakarta -

Sepanjang sejarang, pernah dilakukan eksperimen medis dengan dalih penelitian sains, tapi ternyata sangat jahat. Berikut beberapa di antaranya seperti dikutip detikINET dari Live Science:

Memisahkan anak kembar

Pada 1960-an dan 1970-an, psikolog yang dipimpin Peter Neubauer menggelar eksperimen rahasia memisahkan anak kembar dan kembar tiga satu sama lain dan mengadopsinya. Eksperimen itu, kabarnya sebagian didanai National Institute of Mental Health, terungkap ketika tiga saudara kembar identik tak sengaja bertemu tahun 1980.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

David Kellman, salah satu dari kembar tiga, merasa marah. ''Kami dirampok selama 20 tahun,'' kata Kellman. Saudaranya, Edward Galland meninggal karena bunuh diri pada tahun 1995 di rumahnya.

Namun psikiater anak yang mengepalai penelitian ini yaitu Peter Neubauer dan Viola Bernard, tidak menunjukkan rasa penyesalan. Media mengabarkan mereka berpikir telah melakukan sesuatu yang baik untuk anak-anak itu dengan memisahkan mereka sehingga dapat mengembangkan kepribadian masing-masing.

ADVERTISEMENT

Eksperimen medis Nazi

Mungkin eksperimen jahat paling terkenal adalah yang dilakukan Josef Mengele, dokter Nazi di Auschwitz selama Holocaust. Mengele menyisir kereta, mencari anak kembar untuk bereksperimen demi membuktikan teorinya tentang supremasi ras Arya. Banyak yang mati dalam prosesnya. Dia juga mengumpulkan mata pasien yang meninggal.

Nazi juga menggunakan tahanan untuk menguji pengobatan penyakit menular dan senjata perang kimia. Yang lain dipaksa masuk ke suhu beku dan ruang bertekanan rendah untuk percobaan mengenai penerbangan. Tahanan yang tak terhitung jumlahnya menjadi sasaran prosedur sterilisasi eksperimental.

Beberapa dokter yang bertanggung jawab atas kekejaman ini diadili sebagai penjahat perang, tapi Mengele melarikan diri ke Amerika Selatan. Dia meninggal di Brasil tahun 1979 karena serangan jantung, menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dengan kesepian dan depresi.

Unit 731 Jepang

Sepanjang 1930-an dan 1940-an, tentara Jepang menggelar perang biologis dan pengujian medis terhadap warga sipil, kebanyakan di China. Dipimpin Jenderal Shiro Ishii, dokter utama UNIT 731, korban tewas eksperimen brutal ini tak diketahui, tapi menurut Sejarawan Sheldon H Harris sebanyak 200.000 mungkin meninggal.

Banyak penyakit dipelajari untuk potensi penggunaannya di perang. Di antaranya antraks, disentri, tifus, paratifus dan kolera, menurut makalah Dr Robert K D Peterson. Banyak kekejaman dilakukan termasuk menginfeksi sumur dengan kolera dan tipus dan menyebarkan kutu yang ditunggangi wabah di kota-kota China.

Mantan anggota unit mengatakan tahanan diberi gas beracun, dimasukkan ruang bertekanan sampai mata keluar, dan dibedah saat masih hidup. Usai perang, pemerintah AS membantu merahasiakannya sebagai bagian dari rencana menjadikan Jepang sekutu. Baru akhir 1990-an Jepang mengakui keberadaan unit tersebut dan tahun 2018, nama ribuan anggota Unit tersebut diungkapkan.

Pembunuhan Burke dan Hare

Hingga tahun 1830-an, satu-satunya tubuh yang legal dibedah ahli anatomi adalah pembunuh yang dieksekusi. Karena relatif jarang, banyak ahli anatomi membeli mayat dari perampok kuburan atau melakukan sendiri. "Pencurian tubuh sebagai pekerjaan 'profesional' mulai ada akhir abad ke-18" kata Suzie Lennox, penulis Bodysnatchers. Para siswa dan ahli anatomi ke kuburan untuk mendapat mayat sebisa mungkin.

Nah, pemilik rumah kos di Edinburgh, William Hare dan temannya William Burke, menemukan cara mengantarkan mayat segar ke meja anatomi tanpa mencuri mayat. Dari 1827 hingga 1828, kedua pria itu mencekik lebih dari selusin penghuni rumah kos dan menjual tubuh mereka kepada ahli anatomi Robert Knox. Knox tampaknya tak memperhatikan atau tak peduli mayat yang dibawa oleh pemasok terbarunya masih segar.

Burke digantung karena kejahatannya dan kasus tersebut mendorong pemerintah Inggris melonggarkan pembatasan pembedahan. "Skandal itu menyebabkan Undang-Undang Anatomi tahun 1832 membuat lebih banyak mayat tersedia secara legal di sekolah," kata Maclolm McCallum, kurator Museum Anatomi Edinburgh.

Halaman selanjutnya, operasi pada budak>>>

Simak juga Video: Eksperimen Ilmuwan Inggris untuk Ciptakan Enzim 'Pemakan Plastik'

[Gambas:Video 20detik]



Operasi pada budak

Bapak ginekologi modern, J. Marion Sims, mendapatkan ketenaran dengan melakukan operasi eksperimental pada wanita budak. Sims tetap menjadi sosok kontroversial hingga hari ini, karena penanganannya pada wanita yang mengalami fistula vesico-vagina, menyebabkan penderitaan mengerikan.

Sims melakukan operasi tanpa anestesi, karena anestesi baru ditemukan dan karena Sims yakin operasi itu tidak cukup menyakitkan. Perdebatan masih berkecamuk mengenai apakah pasien Sims akan menyetujui operasi seandainya mereka sepenuhnya bebas untuk memilih.

Menurut profesor Universitas Alabama Durrenda Ojanuga di Jurnal Etika Medis pada tahun 1993, Sims memanipulasi institusi sosial perbudakan untuk melakukan eksperimen manusia, yang menurut standar apapun tidak dapat diterima. Pada tahun 2018, patung Sims dipindahkan sebagai respons atas kontroversinya.

Studi sifilis Guatemala

Riset Profesor Susan Reverby mengungkap para peneliti Layanan Kesehatan Masyarakat AS melakukan eksperimen mengerikan. Antara 1946 dan 1948, Reverby menemukan pemerintah AS dan Guatemala mensponsori penelitian infeksi sifilis yang disengaja pada 1.500 pria Guatemala, wanita dan anak-anak.

Penelitian ini dimaksudkan menguji bahan kimia untuk mencegah penyebaran penyakit itu. Menurut Michael A. Rodriguez dalam makalah tahun 2013, "Percobaan tidak dilakukan dalam pengaturan klinis steril di mana bakteri yang menyebabkan PMS diberikan dalam bentuk vaksinasi tusukan pin atau pil yang diminum," tulisnya.

Para peneliti secara sistematis dan berulangkali melanggar hak individu yang sangat rentan. Pada 1 Oktober 2010, Menteri Luar Negeri Hilary Clinton dan Menteri Kesehatan Kathleen Sebelius mengeluarkan pernyataan bersama yang meminta maaf atas eksperimen tersebut.

Eksperimen penjara Stanford

Tahun 1971, Philip Zimbardo, profesor psikologi di Stanford, menguji sifat alami manusia untuk menjawab pertanyaan seperti "Apa yang terjadi jika orang baik ditempatkan di situasi jahat?" Dia mendirikan penjara dan membayar mahasiswa berperan sebagai penjaga dan tahanan. Eksperimen ditutup setelah hanya 6 hari karena menjadi kacau. "Hanya dalam beberapa hari, penjaga jadi sadis dan tahanan jadi depresi, menunjukkan tanda stres ekstrim," kata Zimbardo.

Para penjaga memperlakukan tahanan sangat buruk, menelanjangi mereka dan menyemprot dengan bahan kimia. Ternyata, menurut laporan, para penjaga tidak menjadi agresif sendiri. Zimbardo mendorong perilaku kasar dan beberapa napi memalsukan gangguan emosi. Misalnya, Douglas Korpi, sukarelawan tahanan mengatakan memalsukan gangguan mental agar dikeluarkan lebih awal supaya dapat belajar untuk ujian.

Meski begitu, menurut American Psychological Association, Eksperimen Penjara Stanford telah menjadi dasar pemahaman para psikolog dan bahkan sejarawan tentang bagaimana orang sehat pun bisa menjadi begitu jahat ketika ditempatkan dalam situasi tertentu.

Halaman 2 dari 2
(fyk/fyk)
Berita Terkait