Gempa dahsyat di Turki dan Suriah telah menyebabkan lebih dari 36 ribu orang tewas. Penyebab banyaknya kematian itu bukan semata gempa, akan tetapi faktor banyaknya bangunan yang runtuh dan menjebak penghuninya.
Seperti dikutip detikINET dari Associated Press, Selasa (14/2/2023) Turki selama bertahun-tahun sebenarnya sudah berusaha menegakkan aturan konstruksi modern yang tahan gempa. Akan tetapi di sisi lain, justru terjadi peningkatan pembangunan real estate di area rawan gempa.
"Ini adalah bencana yang disebabkan oleh konstruksi yang buruk, bukan oleh gempanya," kata David Alexander, profesor perencanaan darurat di University College London.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eyup Muhcu selaku presiden Chamber of Architects of Turkey membenarkan sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak bangunan di area yang terdampak gempa dibangun dengan material kurang baik. Metodenya pun demikian.
Hal itu berlaku bukan hanya untuk bangunan lama, tapi juga apartemen yang didirikan dalam beberapa tahun terakhir. "Bangunan di area itu lemah dan tidak kokoh, padahal realitanya di sana rawan gempa," kata Muhcu.
Permasalahan itu cenderung dibiarkan saja lantaran solusinya akan mahal, tidak populer serta berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Meski di atas kertas Pemerintah Turki punya aturan kontruksi tahan gempa, aturan itu jarang ditegakkan. Itulah mengapa ribuan bangunan bisa kolaps dalam gempa ini.
Developer biasanya menggunakan bahan berkualitas rendah, mempekerjakan lebih sedikit tenaga profesional untuk mengawasi proyek dan tidak mematuhi berbagai peraturan sebagai cara untuk menekan biaya.
"Kita membayarnya dengan ribuan kematian, kerusakan ribuan bangunan, kerugian ekonomi," tutur Muhcu. Bahkan bangunan apartemen yang terbilang baru pun hancur.
Di Provinsi Hatay misalnya, di mana angka kematian akibat gempa ini adalah yang tertinggi, Bestami Coskuner selaku salah satu korban selamat, menyaksikan sendiri banyak bangunan roboh, bahkan yang belum lama berdiri dan termasuk mewah.
(fyk/fay)