Tinggal di Gedung Pencakar Langit Membuat Kita Buta Waktu
Hide Ads

Tinggal di Gedung Pencakar Langit Membuat Kita Buta Waktu

Rachmatunnisa - detikInet
Minggu, 29 Mei 2022 21:00 WIB
Burj Khalifa dikenal sebagai bangunan ikonik yang ada di Dubai. Gedung tertinggi di dunia itu dibuka pada tanggal 4 Januari 2004, tepat 12 tahun lalu.
Burj Khalifa, gedung tertinggi di dunia saat ini. Foto: Getty Images
Jakarta -

Film fiksi ilmiah kerap menampilkan bangunan megastruktur, menjulang di atas kota-kota bernuansa futuristik atau asing lainnya. Di masa depan, dunia kita gambarannya akan seperti itu, dan ada dampaknya terhadap psikologi manusia.

Dikutip dari IFL Science, hidup di tempat tinggi, jauh dari tanah tempat berpijak, bisa memiliki efek aneh pada pikiran dan dapat mengacaukan nalar kita akan waktu. Tampaknya waktu akan berlalu secara berbeda jika kita berada di tempat yang lebih tinggi.

Gravitasi membelokkan ruang-waktu, jadi semakin dekat kalian dengan benda berat, semakin lambat waktu berlalu. Tinggal di gedung pencakar langit selama 70 tahun (tanpa turun) akan membuat kita lebih tua sekitar 0,08 detik. Memang sangat tipis, tapi menandakan adanya perubahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alih-alih mengukur waktu, waktu dari sisi psikologislah yang membuat perbedaan, dan semuanya bermuara pada Matahari. Berada sangat jauh di atas, memberi kita pemandangan Bumi yang jauh lebih luas, membentang cakrawala hingga puluhan kilometer jika kita tinggal di Burj Khalifa misalnya, gedung tertinggi di dunia saat ini.

Itu artinya, kita mendapatkan sinar Matahari lebih banyak beberapa menit setiap hari. Matahari akan terbit lebih awal dan terbenam lebih lambat.

ADVERTISEMENT

Seperti dilaporkan dalam Business Insider, dalam buku Supertall, arsitek Stefan Al membahas bagaimana perbedaan sederhana dalam sinar Matahari, dalam skema besar, memiliki dampak besar. Misalnya, orang yang tinggal di lantai atas harus menunggu lebih lama sebelum bisa berbuka puasa selama bulan Ramadan.

Dampak Matahari dan sinar Matahari pada pemrosesan waktu kita dalam kehidupan sehari-hari, telah lama menarik perhatian para peneliti. Ada banyak penelitian yang melihat efek berkurangnya siang hari di tempat-tempat dengan garis lintang tertinggi di planet kita, dan bagaimana hal ini mempengaruhi manusia secara psikologis.

Demikian pula selama bulan-bulan musim panas di lintang yang lebih tinggi, kebiasaan penduduknya menjadi bergeser karena jam-jam yang lebih ringan membuat kita merasa bahwa hari terasa lebih awal.

Jam tubuh kita tidak sempurna. Eksperimen yang menempatkan manusia tanpa sinar Matahari dan tanpa melihat jam telah menunjukkan hal ini. Sebuah eksperimen yang dilakukan tahun lalu, menguji 15 orang menghabiskan 40 hari di sebuah gua. Ketika mereka keluar di akhir eksperimen, mereka yakin telah berada di sana selama 30 hari. Waktu memang relatif dalam banyak hal.




(rns/rns)