Di tengah varian Omicron yang 'mengamuk', sejumlah sekolah di Indonesia memutuskan untuk ditutup dan kembali belajar online. Tak hanya di Indonesia, perhatian soal harus ditutup atau tidaknya sekolah juga menjadi topik di banyak negara.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ada beberapa pertimbangan untuk penutupan sekolah offline di tengah penyebaran COVID-19. Paling utama adalah seberapa besar dari penyebaran tersebut terjadi di sekolah dan bagaimana respon dari pemerintah lokal terkait isu tersebut. Ada 'School Decision Tree' atau 'Pohon Keputusan Sekolah' untuk memperkirakan langkah apa yang harus dilakukan oleh sekolah ketika menghadapi situasi penyebaran COVID-19.
Jika ditemukan kasus terlepas dari penyebaran di komunitas
Pertama, jika ditemukan kasus di dalam gedung persekolahan, maka disarankan untuk menutup sekolah dalam upaya membersihkan, melakukan disinfeksi dan tracing kontak dengan bantuan pemerintah lokal dan institusi kesehatan. Penutupan dilakukan 2-5 hari.
Jika tidak ada penyebaran komunitas
Langkah yang harus dilakukan jika tidak ada penyebaran di komunitas adalah sebagai berikut:
- Selalu siaga
- Mengajarkan dan menerapkan kebersihan
- Mengembangkan sistem informasi
- Secara intensif melakukan disinfeksi dan membersihkan lingkungan sekolah
- Memantau absensi
- Disarankan menunda kegiatan yang menimbulkan keramaian atau aktivitas grup
- Meminta murid atau guru untuk beristirahat di rumah ketika sakit
- Menyiapkan prosedur penanganan jika ada siswa yang sakit di sekolah.
Semua dilakukan dengan tetap mempertimbangkan penyebaran yang terjadi di komunitas.
Keputusan penutupan sekolah kembali lagi kepada kebijakan dari pemerintah, institusi kesehatan dan juga sekolah itu sendiri. Perlu adanya upaya pencegahan penyebaran kasus COVID-19 di lingkungan sekolah sejak awal ketika memutuskan untuk kembali menjalani sekolah offline atau sekolah tatap muka.
Simak Video "Video Sekolah di Korsel yang Ditutup Makin Banyak Imbas Turunnya Populasi"
(ask/ask)