Subvarian Omicron siluman BA.2 ini hadir di setidaknya 40 negara dan mampu menghindari deteksi bahkan lebih baik dari pendahulunya. Berikut ini sejumlah hal yang perlu diketahui tentang Omicron BA.2 dan cara mengetahui terinfeksi Corona varian ini atau tidak.
Baca juga: Fakta-fakta Neocov, Virus COVID Varian Baru? |
Kenapa disebut Omicron siluman
Dikutip dari Marca.com, Kamis (3/2/2022) alasan di balik nama itu cukup sederhana. Disebut demikian karena subvarian ini sangat baik dalam menghindari deteksi. Selama pandemi, tes PCR menjadi standar dalam mendeteksi COVID-19. Namun bahkan tes tersebut mungkin tidak dapat mendeteksi Omicron siluman pada mereka yang memilikinya.
Meskipun demikian, pengujian PCR masih merupakan cara yang disarankan untuk mendeteksi subvarian ini, dan BA.2 diyakini tidak memiliki virulensi yang lebih besar dibandingkan Omicron asli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gejala Omicron BA.2
Masalah lain terkait mendeteksi Omicron BA.2 adalah gejalanya yang hampir identik dengan varian Omicron asli. Gejala-gejala tersebut adalah demam, kelelahan ekstrem, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, kelelahan otot, dan detak jantung yang meningkat.
Pendapat ahli
Para ahli memang masih mempelajari subvarian baru ini, tetapi beberapa perkiraan telah dibuat.
"BA.2 berbagi banyak mutasi dengan BA.1, tetapi juga memiliki banyak perbedaan," tweet Tom Peacock, seorang ahli virus di Imperial College London.
Omicron BA.2 juga tidak memiliki mutasi Spike 69-70 yang berarti tidak menyebabkan kegagalan target gen S dalam uji Taqman qPCR. Uji ini digunakan sejak awal gelombang Omicron untuk memperkirakan seberapa cepat BA.1 menyebar.
Ahli juga menyebut BA.2 tampaknya menjadi garis keturunan Omicron utama di (bagian dari) India dan Filipina dan ada bukti bahwa varian itu berkembang dibandingkan dengan BA.1 di Denmark, Inggris dan Jerman.
Pertumbuhan yang konsisten di berbagai negara adalah bukti bahwa Omicron BA.2 mungkin beberapa derajat lebih menular daripada BA.1. Ini adalah alasan utama BA.2 saat ini menjadi sorotan.
"Sayangnya, di sinilah sebagian besar bukti berakhir. Namun kami dapat membuat beberapa dugaan atau pengamatan awal. Pengamatan yang sangat awal dari India dan Denmark menunjukkan tidak ada perbedaan dramatis dalam tingkat keparahan dibandingkan dengan BA.1," kata Peacock.
Para ilmuwan berharap, data ini akan menjadi lebih solid (dengan satu atau lain cara) dalam beberapa pekan mendatang.
(rns/fay)