Bocoran Perkembangan Terkini Vaksin Merah Putih
Hide Ads

Bocoran Perkembangan Terkini Vaksin Merah Putih

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 26 Jan 2022 14:30 WIB
Infografis Vaksin Merah Putih
Foto: detikcom
Jakarta -

Pengembangan vaksin Merah Putih untuk COVID-19 dipastikan tetap berlanjut meski menghadapi sejumlah tantangan. Harapan publik akan lahirnya vaksin virus COVID-19 buatan Indonesia sangat tinggi.

Vaksin nasional ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam memukul balik perkembangan virus, serta menjadi kebanggaan terhadap kualitas riset nasional.

"Riset Vaksin Merah Putih masih berjalan, yang berbasis sel ragi atau yeast dalam proses pengembangan lebih lanjut. Tingkat produksinya juga sudah sesuai dengan taraf yang diisyaratkan pihak industri, dalam hal ini PT. Bio Farma," kata Pelaksana tugas Kepala PRBM Eijkman Wien Kusharyoto dalam webinar Talk to Scientists, Rabu (26/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mendukung pernyataan Wien, Peneliti Pusat Riset Biologi Molekular Eijkman-BRIN, Tedjo Sasmono mengatakan, saat ini perkembangan vaksin Merah Putih yang diteliti oleh tim PRBM Eijkman-BRIN sudah dalam tahap hilirisasi di mitra industri, yakni PT Bio Farma.

"Kami berharap dalam waktu dekat sudah bisa dilakukan uji pra-klinik dan klinik. Semoga vaksin COVID-19 karya anak bangsa ini bisa berkontribusi dalam penangulangan pandemi dan menjadi wahana untuk kemandirian bangsa dalam riset vaksin," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan terpisah, Periset Lab. Terapeutik dan Vaksin, Andri Wardiana mengatakan, sampai saat ini Indonesia belum berhasil membuat vaksin ataupun obat biologi lainnya secara mandiri.

"Dalam artian, dari mulai desain awal dan baru bisa melakukan transfer teknologi seperti yang dilakukan Biofarma dan beberapa perusahaan farmasi lainnya. Agar Indonesia bisa memproduksi vaksin sendiri, harus dimulai dengan melakukan kerja sama banyak pihak," kata Andri.

Dia mencontohkan, pada pengembangan vaksin COVID-19 dari Oxford/Astrazeneca berbagai macam institusi saling memberikan dukungan. Berbagai institusi bekerja sama menghasilkan satu jenis vaksin yang mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) di awal.

"Kita harus memulai seperti itu, kepakaran dari berbagai bidang berkumpul dan bekerja sama untuk mewujudkan tujuan utama yaitu kemandirian produksi vaksin. Dukungan secara menyeluruh dari berbagai pihak meliputi akademisi/peneliti, pelaku industri dan pendukung lainnya, termasuk political will dari pemerintah juga diperlukan," tuturnya.

Senada dengan Wien dan Tedjo, Andri pun berharap program Vaksin Merah Putih ini bisa dijadikan momentum untuk mewujudkan kemandirian vaksin dalam negeri.

Pengembangan Vaksin Merah Putih selama ini dilaksanakan oleh tujuh tim yakni tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) yang terbagi ke dua tim, LBM Eijkman, Universitas Padjadjaran (Unpad), LIPI dan Universitas Airlangga (Unair).

Tantangan Vaksin Merah Putih

Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyampaikan laporan pengembangan vaksin merah putih kepada pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI pada rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (24/1).

Handoko menegaskan, dalam konteks vaksin Merah Putih, permasalahan utama yang dihadapi adalah, Indonesia belum pernah memiliki tim yang berpengalaman sampai uji klinis dalam pengembangan vaksin dari awal.

Pengalaman tim periset dalam pengembangan vaksin baru sampai uji praklinis. Untuk itulah semua tim yang ada bekerja dengan keras melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

"Sebagian besar vaksin yang diproduksi di Biofarma itu masih berbasis lisensi. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para periset BRIN," kata Handoko seperti dikutip dari situs resmi BRIN.

Permasalahan lainnya, ungkap Handoko, Indonesia belum memiliki fasilitas uji terbatas yang berstandar Good Manufacturing Practices (GMP). Selain itu belum mempunyai fasilitas animal BSL 3 sebagai salah satu fasilitas penting untuk melakukan uji pra klinis.

"Uji pra klinis pertama kita menggunakan mencit, itu kita sudah punya di Cibinong, tapi untuk uji yang menggunakan makaka kita tidak siap," ungkap Handoko.

Untuk itu, BRIN berupaya membangun fasilitas uji terbatas berstandar GMP dan fasilitas uji animal BSL 3 untuk makaka yang berkapasitas 80 ekor. Sebelum terintegrasinya lembaga riset ke BRIN, LIPI bersedia membangun fasilitas BSL 3, namun tidak siap untuk membuat program berkelanjutan dalam memanfaatkan fasilitas tersebut.

"Setelah integrasi ini, maka kami mempunyai kompetensi untuk membangun sekaligus membuat program pemanfaatan yang berkelanjutan," tambahnya.

Dengan terbangunnya dua fasilitas ini, Handoko berharap bisa mendorong percepatan penyelesaian vaksin di Indonesia, tidak hanya vaksin Merah Putih saja, melainkan juga vaksin yang lain.




(rns/rns)