Pertengahan tahun 2021 silam, uji coba pertama sempat direncanakan berlangsung di Swedia, untuk mengetahui apakah metode peneliti berhasil sesuai teori.
Dalam eksperimen ini, volume kecil bahan kimia aerosol akan dibawa oleh balon dan disebar di langit pada lokasi yang spesifik. Namun Harvard telah mengumumkan penundaan untuk memastikan lagi bagaimana dampak yang mungkin terjadi pada area uji coba secara lebih detail.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Balon yang dapat terbang tinggi itu awalnya direncanakan meluncur dari Esrange Space Station di Kiruna, Swedia. Gunanya untuk memastikan apakah bisa dilangsungkan uji coba menghalangi Matahari dalam skala yang lebih besar.
Balon yang dapat terbang tinggi itu awalnya direncanakan meluncur dari Esrange Space Station di Kiruna, Swedia. Gunanya untuk memastikan apakah bisa dilangsungkan uji coba menghalangi Matahari dalam skala yang lebih besar.
Namun baru-baru ini, dewan penasihat Harvard merekomendasikan menundanya sampai bisa diketahui dampaknya. "Hal ini kemungkinan akan menunda peluncuran platform itu sampai tahun 2022," sebut mereka.
Terlebih ada juga penolakan dari penduduk di lokasi uji coba, yaitu orang Saami, suku asli Swedia. "Ini melawan pandangan kami bahwa kita harus menghormati alam. Kam punya sikap sangat jelas bahwa kami tidak setuju dengan pengembangan geoengineering Matahari di Sapmi," kata Asa Larsson Blind, Vice Presiden Saami Council.
Beberapa ilmuwan memang menyebut uji coba menghalangi sinar Matahari ini berisiko merusak ekosistem. Hal itu juga telah diakui oleh tim Harvard sendiri sebelumnya. Menyebarkan bahan kimia ke orbit melawan hukum alam. Bisa jadi cuaca akan jadi sukar diprediksi, menyebabkan kekeringan yang pada gilirannya membuat pasokan bahan pangan tersendat.