Celurut atau curut ternyata begitu banyak jenisnya yang belum kita ketahui. Ilmuwan menemukan 14 jenis curut baru di Sulawesi.
Setelah kurang lebih satu dekade melakukan penelitian, Anang S. Achmadi, Peneliti Pusat Riset Biologi Badan Riset Nasional dan Inovasi (BRIN) bersama dengan Jake Esselstyn, ahli mamalia dari Lousiana State University (LSU), Amerika Serikat dan Kevin C. Rowe, ahli mamalia dari Museum Victoria Australia, menemukan 14 jenis curut ini.
Penemuan 14 curut di Sulawesi ini menjadi sangat penting sebagai langkah untuk terus mendapatkan informasi dan inventarisasi jenis fauna, khususnya mamalia di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penemuan ini terungkap saat kami bersama tim memeriksa hampir 1400 spesimen celurut secara intensif. Melalui konfirmasi data molekular dan morfologi spesimen baru yang dikoleksi sejak tahun 2010 dan 2018 dengan spesimen lama yang dikoleksi sejak tahun 1916, kami berhasil mengidentifikasi sekitar 21 jenis celurut dari Sulawesi," ungkap Anang selaku salah satu penulis yang juga menjabat sebagai Plt. Kepala Pusat Riset Biologi BRIN, dikutip dari keterangan pers resmi.
"Total 14 celurut di antaranya termasuk jenis baru. Penemuan ini menambah keanekaragaman celurut Sulawesi menjadi tiga kali lebih banyak daripada yang diketahui dari pulau lain mana pun," ujarnya.
Tak hanya itu, Esselstyn juga mengakui bahwa penemuan ini sangat menarik, walaupun terkadang membuat frustrasi. Biasanya, mereka menemukan satu jenis baru pada satu waktu dan mendapatkan kegembiraan luar biasa dari penemuan tersebut.
"Tetapi, dalam kasus ini menjadi luar biasa, karena selama beberapa tahun pertama, kami tidak dapat mengungkapkan berapa banyak spesies sebenarnya yang telah kita peroleh," ujar Profesor dari Departemen Ilmu Biologi LSU tersebut.
Esselstyn menjelaskan, taksonomi berfungsi sebagai ilmu dasar dari begitu banyak penelitian biologi dan upaya konservasi. Ketika kita tidak mengetahui berapa banyak jenis yang ada atau di mana mereka hidup, kemampuan kita untuk memahami dan melestarikan kehidupan sangat terbatas, sehingga sangat penting bagi para peneliti untuk mendokumentasikan dan mengungkap keanekaragaman tersebut.
Anang menambahkan, saat ini peneliti masih terus melakukan penelitian dan mendeskripsikan jenis baru dari kelompok mamalia. "Dengan penemuan ini, yang sesungguhnya dapat merefleksikan kekayaan hayati yang berasal dari kelompok fauna kecil atau mikroskopis yang belum terungkap, menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti BRIN di masa depan," imbuhnya.
Penemuan ini merupakan tonggak utama dalam penelitian Professor Jake Esselstyn. Esselstyn tertarik untuk menguji hipotesis secara ekologi dan evolusi yang mungkin dapat menjelaskan keragaman curut di Indonesia.
Bersama dengan Achmadi, Esselstyn memulai penelitian kelompok tikus di pulau Sulawesi sejak tahun 2010. Ternyata, mereka menyadari terlalu banyak jenis yang belum terungkap untuk menguji hipotesis tersebut.
Untuk diketahui, celurut adalah kelompok mamalia yang sangat beragam. Sejauh ini, 461 spesies curut telah teridentifikasi. Fauna ini memiliki distribusi yang sangat luas dan mendunia. Hewan pemakan serangga ini adalah kerabat dekat dari landak dan moles daripada jenis mamalia lainnya.
Beberapa tim lain yang juga terlibat dalam ekspedisi penelitian ini adalah Heru Handika, mahasiswa Doktoral LSU, Mark Swanson alumnus dari LSU, dan Thomas Giarla dari Siena College New York.
Temuan ini telah dipublikasikan pada Buletin American Museum of Natural History dengan judul "Fourteen New Endemic Species of Shrew (Genus Crocidura) from Sulawesi Reveal a Spectacular Island Radiation.
(rns/afr)