Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memang telah mengeluarkan izin penggunaan darurat Ivermectin pada Juli silam. Namun tidak bisa asal dipakai, ada aturannya tak bisa asal diminum tanpa rekomendasi dokter. Kalau tidak, ada bahaya yang tidak bisa diabaikan.
Pemakaian Ivermectin sendiri berbeda-beda di dunia, namun bisa dikatakan semua sepakat bahwa Ivermectin tidak dapat diberikan secara asal dengan kata lain pemakaian tanpa resep dokter.
Melansir Science Alert, Senin (6/9/2021) organisasi yang masih menentang penggunaan Ivermectin sebagai obat COVID-19 adalah World Health Organization (WHO), Australia's National COVID-19 Clinical Evidence Taskforce and NPS Medicinewise, FDA, dan Cochrane Library.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal mula Ivermectin dipakai sejumlah negara untuk melawan virus Sars-CoV-2 ini karena ada penelitian yang menunjukkan Ivermectin dapat membunuh virus tersebut. Studi tersebut dilakukan di laboratorium, bukan pada tubuh manusia langsung.
Di Australia, Ivermectin disetujui untuk mengobati infeksi parasit pada manusia. Ini juga banyak digunakan dalam kedokteran hewan untuk mengobati dan mencegah infeksi parasit. Untuk jadi obat manusia, ini hanya boleh dengan resep dokter.
Sama halnya dengan obat-obat lainnya, tidak bisa dijamin 100% pasien terhindar dari efek samping. Penilaian dokter diperlukan untuk memutuskan apakah Ivermectin aman dan sesuai.
Apa efeknya pada tubuh jika Ivermectin dipakai tidak sesuai rekomendasi dokter?
Hanya ada beberapa hal yang diketahui tentang bagaimana kerja obat itu pada manusia. Ketika diambil pada dosis yang dianjurkan, obat ini umumnya ditoleransi dengan baik. Tapi Ivermectin diketahui menyebabkan efek samping ringan seperti diare, mual, pusing dan kantuk. Efek samping yang kurang umum, tetapi serius, termasuk ruam kulit yang parah dan efek pada sistem saraf (menyebabkan tremor, kebingungan, dan kantuk).
Dalam dosis yang lebih tinggi, dan kasus overdosis, efek samping ini bisa lebih parah. Ini termasuk tekanan darah rendah, masalah dengan keseimbangan, kejang, cedera hati, dan bahkan dapat menyebabkan koma. Karenanya, tidak bisa dipakai secara asal.
Bagaimana pendapat BPOM?
BPOM telah mengeluarkan Surat Edaran bernomor PW.01.10.3.34.07.21.07 Tahun 2021. Surat itu ditujukan kepada pemilik UEA, pimpinan fasilitas distribusi obat, pimpinan rumah sakit, pimpinan pusat kesehatan masyarakat, pimpinan klinik, pimpinan kantor kesehatan pelabuhan dan pemilik sarana apotek.
Adapun, surat edaran tersebut ditetapkan Mayagustina Andarini, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM, pada 13 Juli 2021.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga berpendapat bahwa persetujuan sejumlah obat terapi COVID-19 termasuk Ivermectin ini bisa membantu untuk memicu penurunan kasus COVID-19.
"Dan satu hal ialah obat ini adalah obat yang murah, apalagi yang generik di mana harganya sekitar Rp 7.885 per tablet semoga obat ini bisa diakses oleh masyarakat secara luas juga namun tetap dengan syarat adanya resep dokter atau pengawasan dokter," ujarnya pada Juli silam.
"Ini adalah sebuah terobosan baru yang cepat dalam kondisi serta situasi jumlah penderita COVID-19 yang meningkat akhir-akhir ini," tutup Arya.
Akan tetapi, nampaknya perdebatan soal pemakaian Ivermectin untuk obat corona masih akan berlangsung. Karena makin banyak negara yang melarang, evaluasi terhadap pemakaian Ivermectin masih terus dilakukan.
Baca juga: Peran BPOM soal Pengawasan Obat COVID |
(ask/fay)