Bocah 15 tahun di India yang tidak disebutkan namanya, berangan-angan menjadi superhero Mercury dalam cerita komik Marvel dengan nekat menyuntikkan merkuri ke tubuhnya. Malang sekali, bagian tubuh yang disuntik menjadi borok.
Alih-alih menjadi Mercury seperti yang diidolakannya, bocah ini mengalami borok yang tak kunjung sembuh. Dia juga membiarkan laba-laba menggigitnya sebagai upaya menjadi superhero Marvel lainnya, Spider-Man. Tentu saja upaya itu juga sia-sia.
Dalam cerita komik, tubuh Mercury terdiri dari logam tak beracun yang menyerupai merkuri sesuai dengan namanya. Kandungan merkuri ini dapat ia bentuk kembali atau padatkan sesuka hati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus yang tidak biasa ini ditulis dalam sebuah laporan di National Center for Biotechnology Information. Seperti dikutip dari Daily Star, laporan tersebut mengungkap luka yang diderita anak tersebut setelah ia dengan sengaja menyuntikkan merkuri ke dalam tubuhnya.
Dia diobati di pusat trauma di India, namun beberapa borok yang terdapat di lengan kirinya sulit sembuh. Petugas medis menduga bahwa penyalahgunaan zat menjadi faktor utama penyebab sakit ini. Tim medis juga berupaya melakukan evaluasi psikiatri.
Remaja itu mengungkapkan bahwa dia sengaja menyuntik dirinya sendiri dengan merkuri yang berhasil dia ambil dari termometer. Hal ini dilakukannya karena terinspirasi tokoh Mercury.
"Menariknya, dia punya catatan adanya beberapa gigitan laba-laba karena mensimulasikan dirinya menjadi Spider-Man. Anehnya, anak ini tidak punya masalah kejiwaan dan memiliki IQ normal," tulis laporan tersebut.
Dokter melakukan pemeriksaan toksikologi untuk memeriksa kadar merkuri dalam darah remaja tersebut. Karena suntikan tersebut, si bocah kehilangan semua pembuluh darah utama saat menyuntikkan merkuri. Boroknya harus dipotong untuk menghentikan penyebaran dan dia harus menjalani cangkok kulit. Jika semua berjalan lancar, bocah itu akan pulih sepenuhnya.
"Pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda klinis keracunan kronis. Ini membuktikan bahwa injeksi merkuri subkutan memiliki risiko toksisitas sistemik yang rendah, dan histopatologi memainkan peran penting dalam diagnosis," demikian kesimpulan laporan tersebut.
(rns/afr)