76 Tahun Bom Atom Nagasaki, Apa Masih Ada Radiasinya?
Hide Ads

76 Tahun Bom Atom Nagasaki, Apa Masih Ada Radiasinya?

Aisyah Kamaliah - detikInet
Senin, 09 Agu 2021 20:05 WIB
Tepat 75 tahun silam salah satu kota terbesar di Jepang, Hiroshima, jadi sasaran bom atom Sekutu. Diperkirakan ratusan ribu orang jadi korban dari serangan itu.
76 Tahun Tragedi Bom Atom Nagasaki, Masih Ada Radiasinya? Foto: Getty Images
Jakarta -

Pada Jumat (6/8) waktu setempat di Hiroshima, Jepang, diperingati 76 tahun sejak AS menjatuhkan bom atom pertama di dunia. Bom atom ini sampai menewaskan sekitar 140.000 orang. Lalu, apakah masih ada radiasi di Nagasaki dan Hiroshima?

Melansir situs resmi The City of Hiroshima, radiasi di Hiroshima dan Nagasaki saat ini setara dengan tingkat radioaktivitas alami yang sangat rendah. Radiasi di Hiroshima dan Nagasaki diklaim tidak berpengaruh pada tubuh manusia.

"Bom atom berbeda dari bom konvensional dalam hal memancarkan energi ledakan, besaran dan radiasinya sama sekali berbeda. Dari energi yang dipancarkan, 5% adalah radiasi awal dan 10% adalah radiasi sisa," jelas situs tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Radiasi awal yang dipancarkan pada saat ledakan menimbulkan kerusakan besar pada tubuh manusia. Sebagian besar dari korban yang terkena radiasi langsung dalam radius satu kilometer kemungkinan besar akan meninggal dunia.

Radiasi sisa adalah radiasi yang dipancarkan kemudian setelah bom jatuh. Sekitar 80% dari semua radiasi sisa dipancarkan dalam waktu 24 jam. Penelitian telah menunjukkan bahwa 24 jam setelah pengeboman, jumlah radiasi sisa yang akan diterima seseorang di hiposenter (pusat jatuhnya bom) menjadi 1 banding 1000 dari jumlah yang diterima setelah ledakan. Seminggu kemudian, itu akan menjadi 1 per 1.000.000.

ADVERTISEMENT

"Dengan demikian, radiasi sisa menurun dengan cepat," tulis situs tersebut.

Sementara itu, mengutip situs resmi University of Columbia, dalam beberapa bulan pertama setelah pengeboman yang diperkirakan oleh Radiation Effects Research Foundation (organisasi kerjasama Jepang-AS) antara 90.000 sampai 166.000 orang tewas di Hiroshima, sementara 60.000 hingga 80.000 lainnya tewas di Nagasaki. Kematian ini termasuk mereka yang meninggal karena kekuatan dan panas yang luar biasa dari ledakan serta kematian yang disebabkan oleh paparan radiasi akut.

Radiasi juga dapat memiliki efek yang terjadi dalam skala yang lebih lama, seperti kanker, dengan menyebabkan mutasi pada DNA sel hidup. Secara teori, radiasi dapat merusak DNA hingga mengubah gen. Namun, perlu bertahun-tahun setelah paparan sebelum adanya peningkatan angka kejadian kanker akibat radiasi.

Di antara efek jangka panjang yang diderita oleh para penyintas bom atom, yang paling mematikan adalah leukemia. Peningkatan leukemia muncul sekitar dua tahun setelah serangan dan memuncak sekitar empat sampai enam tahun kemudian. Anak-anak terkena dampak paling parah. The Radiation Effects Research Foundation memperkirakan risiko leukemia yang dapat diatribusikan adalah 46% dari korban bom.

Untuk semua jenis kanker lainnya, peningkatan insiden tidak muncul sampai sekitar sepuluh tahun setelah serangan. Peningkatan ini pertama kali dicatat pada tahun 1956. Hampir tujuh puluh tahun setelah pengeboman terjadi, sebagian besar generasi yang hidup selama penyerangan telah meninggal dunia.

Kini, banyak ilmuwan dan tenaga kesehatan lebih banyak menaruh perhatian pada anak-anak yang lahir dari para penyintas bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.




(ask/ask)