Ilmuwan Ini Yakin Teori Virus Corona dari Lab Wuhan Tak Benar
Hide Ads

Ilmuwan Ini Yakin Teori Virus Corona dari Lab Wuhan Tak Benar

Fino Yurio Kristo - detikInet
Minggu, 11 Jul 2021 21:50 WIB
Wuhan Instititure of Virology
Foto: Wuhan Instititure of Virology
Wuhan -

Walau teori virus Corona bocor atau dibuat dari lab Wuhan masih terus dibahas, sebagian besar ilmuwan meyakini benar bahwa hipotesis itu tidak ada dasarnya atau omong kosong. Artinya, hampir dapat dipastikan virus ini berasal dari alam, tepatnya dari binatang kelelawar.

Sebanyak 21 ilmuwan ingin meluruskan asal muasal virus Corona dengan mempublikasikan ringkasan bukti sains tentang permulaan pandemi. "Tidak benar bahwa kami tidak tahu dari mana asalnya, kami hanya tidak tahu bagaimana bisa sampai ke manusia," kata salah seorang peneliti itu, Profesor David Robertson dari Glasgow University.

Pada intinya, banyak ilmuwan setuju bahwa 'nenek moyang' virus itu berawal dari kelelawar, bukan dari laboratorium. Akan tetapi penting untuk menemukan bagaimana terjadi, di mana dan kapan virus itu meloncat ke manusia, untuk mencegah peristiwa serupa di masa depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belum ada bukti definitif berupa kelelawar dengan virus yang persis sama atau pasien pertama yang menderita virus Corona SARS-CoV-2. Hal itu mungkin takkan dapat diketahui, namun menurut ilmuwan ini, bukan berarti asalnya dari lab.

Robertson menyatakan pandemi Corona ini mirip dengan kemunculan virus SARS di 2003 silam. Pada tahun 2017, nenek moyang virus SARS ditemukan di kelelawar. Kemudian kemunculan pertamanya berkaitan dengan perdagangan hewan liar sebagai perantara.

ADVERTISEMENT

"Satu-satunya perbedaan adalah kita belum menemukan hewan perantara pada saat ini. Namun hubungan dengan virus kelelawar dan asosiasi yang kuat dengan pasar yang menjual hewan kali ini juga ada," paparnya seperti dikutip detikINET dari BBC.

Namun demikian, meski menghargai upaya para ilmuwan ini, ilmuwan lain berpendapat investigasi tetap perlu dilakukan di China. "Kita memerlukan kerja sama dari otoritas China. Dan mereka harus jauh lebih terbuka tentang apa yang mereka tahu soal epidemi awal di Wuhan di akhir tahun 2019," tutur Profesor Stuart Neuil dari King's College London.




(fyk/vmp)