Sudah Vaksin, Apa Masih Bisa Tularkan COVID-19?
Hide Ads

Setahun Corona

Sudah Vaksin, Apa Masih Bisa Tularkan COVID-19?

Aisyah Kamaliah - detikInet
Selasa, 02 Mar 2021 17:19 WIB
A health care professional prepares a Pfizer-BioNTech COVID-19 vaccine at Sheba Tel Hashomer Hospital in Ramat Gan, Israel, Tuesday, Jan. 12, 2021. Israel has struck a deal with Pfizer, promising to share vast troves of medical data with the drugmaker in exchange for the continued flow of its COVID-19 vaccine. Critics say the deal is raising major ethical concerns, including possible privacy violations and a deepening of the global divide between wealthy countries and poorer populations, including Palestinians in the occupied West Bank and Gaza, who face long waits to be inoculated. (AP Photo/Oded Balilty)
Sudah divaksin COVID-19 apakah masih bisa tularkan penyakit? (Foto: AP/Oded Balilty)
Jakarta -

Vaksin COVID-19 menjadi hal yang ditunggu-tunggu. Banyak yang berharap dengan adanya vaksin, pandemi bisa dengan segera berakhir. Tetapi yang jadi pertanyaan, apakah bila seseorang sudah divaksin maka tidak ada kemungkinan menularkan virus SARS-CoV-2 kepada orang lain?

Ada beberapa petunjuk yang mengarah pada kemungkinan vaksin tertentu mungkin dapat mengurangi penularan. Vaksin pun terbukti bisa mengurangi jumlah partikel virus di tubuh manusia.

"Sangat mungkin jika vaksin membuat orang menjadi lebih tidak sakit, mereka menghasilkan lebih sedikit virus, dan karena itu akan lebih tidak menular, tapi itu hanya teori," kata Keith Neal, profesor emeritus epidemiologi di University of Nottingham.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ambil contoh meningitis. Untuk jenis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis, ada banyak vaksin yang tersedia untuk puluhan jenis yang berbeda. Namun, beberapa telah terbukti masih memungkinkan orang untuk membawa bakteri yang menjadi penyebab penyakit.

Beberapa perusahaan pengembang vaksin turut melakukan penelitian guna menjawab pertanyaan tersebut. Salah satunya adalah Moderna. Pada bulan November lalu, beberapa hasil awal penelitiannya membuat para ilmuwan bersemangat.

ADVERTISEMENT

Perusahaan mengungkapkan bahwa vaksin ini dapat mencegah virus menyebar selama penelitian pada kera rhesus, ketika mereka diberi dosis yang cukup tinggi. Primata ini dikenal memiliki fisiologi pernapasan yang mirip dengan manusia sehingga temuannya memberikan angin segar.

Dikutip dari BBC, Selasa (2/3/2021) ada juga Pfizer yang melakukan studi serupa. Pada awal Januari, kepala eksekutif Pfizer, Albert Bourla, mengatakan penelitian pada hewan menemukan bahwa Pfizer memberikan perlindungan yang signifikan dari penularan virus, meskipun hal ini belum terbukti pada manusia.

Kemudian sebuah survei kecil di Israel menemukan, dari 102 staf medis yang menerima dua dosis vaksin, hanya dua yang mengembangkan jumlah antibodi yang 'rendah'.

Sayangnya, kemampuan vaksin untuk mencegah penularan tidak bisa berjalan sendirian. Masih ada social distancing yang harus ditaati dan juga herd immunity yang tetap harus dimaksimalkan.

"Jika vaksin tidak sepenuhnya menghentikan penularan, itu akan meningkatkan jumlah orang yang perlu kita vaksinasi untuk benar-benar melewati ambang kekebalan kawanan dan menurunkan kasus ke suatu tempat mendekati nol," kata Michael Head, seorang peneliti senior kesehatan global di University of Southampton.

Herd immunity adalah perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang didapat populasi ketika cukup banyak orang yang mendapatkan kekebalan. Meski pada akhirnya mereka yang divaksinasi memiliki kemungkinan terlindungi lebih besar, ada orang-orang yang tidak mendapatkan kesempatan vaksinasi karena hal-hal tertentu. Karenanya, praktik 3M (menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan) tetap harus dilaksanakan sampai herd immunity benar-benar didapatkan.




(ask/fay)