China tengah mengembangkan energi bersih dengan membuat HL-2M Tokamak, proyek yang juga dikenal dengan julukan Matahari buatan. Potensinya memang sangat besar sekaligus mengandung risiko bahaya jika tidak dikendalikan dengan baik.
Sebenarnya julukan sebagai Matahari buatan tidak sepenuhnya tepat. Matahari terus memancar setidaknya selama 4,6 miliar tahun sampai saat ini menurut ilmuwan, sementara eksperimen HL-2M baru menyala selama beberapa detik.
Namun demikian, proyek ini memang merupakan langkah penting bagi rencana China untuk mencapai target produksi komersial energi fusi di tahun 2050. Sumber energi semacam ini sebenarnya sudah dibatalkan pengerjaannya oleh berbagai negara karena dipandang memakan ongkos dan cukup berisiko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada dasarnya, proyek ambisius Matahari buatan tersebut bekerja dengan menggabungkan dua inti hidrogen hingga menciptakan energi panas yang luas biasa. Proses ini juga dikenal dengan nama fusi nuklir.
"Fusi nuklir merupakan sumber energi bintang-bintang, tapi untuk membuatnya ulang di Bumi dan menjaganya dalam kontrol sehingga tidak akan meledak tetap merupakan tantangan yang serius," tulis South China Morning Post yang dikutip detikINET.
Gas panas yang terbentuk dalam fusi atom membakar atau melelehkan semua yang disentuhnya, sementara reaksi nuklir yang tercipta dari partikel kecepatan tinggi dalam jumlah besar bisa menghancurkan bangunan atau melukai orang jika tidak dikendalikan dengan hati-hati.
Walau tantangan menghadang proyek Matahari buatan, pemerintah China mungkin akan tetap membangun China Fusion Engineering Test Reactor (CFETR) yang bakal menggunakan medan magnet kuat untuk menahan gas panas atau plasma. Reaktor ini diharapkan dapat membuat gas panas tetap menyala lama dan strukturnya tangguh untuk mengendalikannya sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komersial.
Baca juga: Matahari Buatan China Berhasil Dinyalakan |
Simak Video "7 Negara yang Bikin Matahari Buatan"
[Gambas:Video 20detik]