Manusia sejak zaman dahulu sudah bertanya-tanya apakah mereka sendirian di alam semesta ataukah ada makhluk lain di luar sana alias alien? Berbekal teknologi canggih, kini perburuan alien dilakukan dengan intensif dan mengerahkan sumber daya besar.
Lembaga antariksa NASA tentu adalah pelaku utamanya, berbekal anggaran melimpah dari pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 2018, NASA meluncurkan teleskop Transit Exoplanet Survey Satellite (TESS) yang proyeknya bernilai sekitar USD 337 juta, atau sekitar Rp 5 triliun dengan salah satu misi utamanya berburu alien.
Selama observasinya tersebut, ia akan fokus untuk mencari planet baru di antara 200.000 bintang di angkasa, dengan perkiraan dapat mengidentifikasi 1.600 exoplanet anyar yang beberapa akan seukuran dengan Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teleskop TESS yang terbang April 2018, memburu planet dengan cara melihat kedipan di sinar bintang yang disebabkan planet yang mengorbit melalui bintang tersebut. Cara itu terbukti dalam misi teleskop sebelumnya, Kepler, yang menemukan 70% dari sekitar 4.000 exoplanet.
TESS jauh lebih powerful dibandingkan Kepler, dengan area penelitian 400 kali lebih luas. Dengan TESS, bisa ditentukan massa, ukuran, ataupun kepadatan planet yang ditemukan di luar Tata Surya untuk memberi gambaran apakah ada kehidupan atau alien di sana.
Ada lagi misi ambisius lain yang tengah dilancarkan NASA untuk mencari tanda-tanda kehidupan, terkhusus di planet Mars. Belum lama ini, NASA telah melesatkan misi ambisius ke Planet Mars, mendaratkan rover canggih bernama Perseverance.
Kecanggihannya bisa tergambar antara lain karena Perseverance membawa helikopter bernama Ingeunity. Ketika Perseverance mencapai lokasi yang sesuai di Mars, helikopter Ingenuity akan dikerahkan dan menjadi rotorcraft pertama yang terbang di planet selain Bumi.
Akan tetapi yang paling menarik adalah, tugas utama Perseverance untuk mencari jejak kehidupan alien masa silam di Mars. Rover ini akan mengambil dan mempersiapkan sampel di Mars, yang akan dibawa kembali ke Bumi tahun 2030-an, entah oleh wahana atau justru langsung oleh astronaut yang mendarat di sana. Sampel akan diteliti apakah mengandung unsur kehidupan.
Dikutip detikINET dari Forbes, Perseverance akan menjadi misi antar planet pertama yang mengambil sampel bebatuan dan debu Mars untuk dibawa pulang. Jadi bisa saja dari misi ini, akan ada bukti pertama bahwa Mars pernah dihuni makhluk hidup.
"Perseverance menancapkan tonggak untuk ambisi kami di Mars. Kita akan berada paling dekat dari sebelumnya untuk menjawab pertanyaan lama dari sains tentang Planet Merah itu, termasuk apakah pernah ada kehidupan muncul di sana," kata Lori Glaze, direktur ilmu planet NASA.
NASA harus mengeluarkan ongkos diperkirakan USD 2,4 miliar atau di kisaran Rp 35 triliun untuk menggelar misi ini. Sebagai perbandingan, misi Hope ke Planet Mars oleh Uni Emirat Arab yang diluncurkan baru-baru ini 'hanya' menghabiskan anggaran USD 200 juta.
Beberapa ilmuwan meyakini misi pencarian alien akan suksess. Hal itu antara lain dikemukakan oleh Dr Garik Israelan, pakar astrofisika terkemuka dan pendiri Starmus Festival, event rutin yang dihadiri para ilmuwan antariksa. Ia menyebut alien pintar akan dijumpai dalam beberapa dekade ini dan akan mengguncang umat manusia.
"Setidaknya, kita akan menemukan bukti kehidupan yang jelas yang datang dari kehidupan pintar. Ini adalah jenis penemuan yang akan mengguncang umat manusia," kata dia, seperti dikutip detikINET dari Mirror.
"Hal itu akan cukup menarik bagi sains, tapi saya pikir akan membuat kita menyadari bahwa kehidupan merupakan sesuatu yang luar biasa, jadi kita sebaiknya memperhatikan apa yang kita lakukan pada planet kita," imbuh dia.
"Perseverance punya 10% peluang untuk menemukan mikroba di planet Mars. Ini memang murni spekulasi. Tapi itu sungguh adalah angka peluang yang bagus," kata Garik.
Tapi jangan terlalu bergembira lantaran proyek besar yang ditujukan mencari alien sejauh ini belum berhasil. Tahun silam, dibuka laporan proyek Breakthrough Listen, di mana ilmuwan mengamati 1.327 bintang dalam jarak sampai 160 tahun cahaya dari Bumi. Ini adalah pencarian alien paling heboh yang pernah dilakukan. Sayangnya, tidak ada bukti peradaban alien.
"Senyap di luar sana," kata Danny Price, astronom di University of California, Berkeley yang jadi anggota tim peneliti. Tujuan tim ini adalah mencari sinyal radio dan optik dari sejuta bintang terdekat, seluruh planet di galaksi Bima Sakti, dan galaksi-galaksi lainnya.
"Kami belum menemukan apapun, tapi tentu saja tidak akan kehilangan harapan. Masih ada begitu banyak bintang untuk dilihat dan pendekatan penelitian lain," sebut Danny.
Penelitian terbaru yang dilakukan astronom mengamati lebih dari 10 juta bintang di langit untuk mencari tanda-tanda teknologi alien. Sayangnya penelitian ini juga sama-sama belum menemukan bukti yang signifikan.
Studi yang diterbitkan di jurnal Publications of the Astronomical Society of Australia menjelaskan proses pencarian kecerdasan luar angkasa (SETI) dengan instrumen Murchison Widefield Array (MWA), kumpulan dari 4.096 antena yang ditancapkan di tanah merah di Western Australia yang mendeteksi sinyal radio dari luar angkasa.
Setelah mendengarkan kawasan Vela selama 17 jam, tidak ada sinyal aneh yang dideteksi. Meski survei ini berhasil mendeteksi lebih dari 10,3 juta sumber bintang yang berisi enam exoplanet, tim peneliti mengatakan studi ini seperti ingin mencari sesuatu di lautan tapi hanya meneliti volume air yang setara dengan kolam renang.
Jadi intinya, kesabaran masih diperlukan untuk mencari tanda-tanda alien. Bagaimanapun, alam semesta begitu luasnya sehingga mungkin alien masih menunggu untuk ditemukan.
(fyk/afr)