Namun dalam perkembangannya, Juli lalu, ESA menyebutkan hasil penelitian Double Asteroid Redirection Test (DART) yang dilakukannya bersama NASA justru berbalik 180 derajat situasinya. Disebutkan ESA, pihaknya kini tak bisa menemukan asteroid yang dinamai 2006 QV89 tersebut.
Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, adanya program DART bukan berarti ada asteroid yang akan mengancam Bumi dalam waktu dekat.
"Berdasarkan data global, dalam 100 tahun ke depan belum ada indikasi besar akan menabrak Bumi. Program simulasi DART oleh NASA dan ESA adalah uji teknologi dan kesiapan sistem yang dibangun seandainya di masa depan ada asteroid yang mengancam Bumi," sebut Thomas.
Jenis Asteroid yang Mengancam
Ancaman asteroid memang nyata adanya. Dijelaskan Thomas, asteroid secara umum adalah batuan dari antariksa, terdiri dari dua macam. Ada yang merupakan planet-planet kecil, tapi mengorbit Bumi dan suatu saat bisa berpapasan dengan Bumi.
Di samping itu ada juga batuan-batuan yang lebih kecil disebut meteoroid atau bakal meteor. Meteoroid ada yang berukuran kecil, dan jika memasuki atmosfer akan terbakar habis. Ada juga meteorid yang berukuran lebih besar, dan jika setelah melewati atmosfer masih bersisa, disebut meteorit.
"Kalau ukurannya sudah (dalam satuan) meter, itu memang bagian dari asteroid. Asteroid ini dampaknya memang perlu diwaspadai," ujar profesor riset astronomi asal Purwokerto ini.
Disebutkan Thomas, asteroid-asteroid yang mengancam ini memang sulit dideteksi. Dia menceritakan, pernah ada asteroid berukuran diameter 6 meter yang terdeteksi sistem pemantau langit dalam jarak 2 juta km.
"Itu pun kebetulan, sistem pemantau punya perangkat lunak untuk menghitung orbitnya. Waktu itu bisa terdeteksi dan diprakirakan dalam waktu belasan jam lagi akan jatuh di Afrika. Itu sekitar awal 2006. Itu tidak bisa diantisipasi karena hitungannya jam. Selain itu, belum pernah ada lagi asteroid yang terdeteksi sebelum jatuh," paparnya.
(Halaman selanjutnya: Efek Gelombang Kejut)