Disebutkan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, sampah antariksa yang ketinggiannya di bawah 600 km berpotensi jatuh. Setiap satelit atau sampah antariksa orbitnya pasti melewati ekuator, sehingga peluang jatuh di daerah ekuator sangat besar dibandingkan dengan di wilayah lintang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jangan cemas, perbandingan luasnya daerah jelajah dengan ukuran satelit atau sampah antariksa sangat jauh, sehingga kemungkinan untuk membahayakan manusia menurut Thomas sangat kecil.
"Karena wilayah Bumi khususnya wilayah Indonesia sebagian besar tidak berpenduduk, yaitu berupa laut, hutan, maka probabilitas untuk membahayakan manusia kecil sekali. Secara umum probabalitasnya lebih banyak jatuh ke wilayah yang tidak berpenduduk karena di Bumi ini presentasi jumlah wilayah yang berpenduduk kecil sekali dibandingkan luas Bumi," urainya.
![]() |
(halaman selanjutnya: Dampak Kejatuhan Sampah Antariksa)
Dampak Kejatuhan Sampah Antariksa
Foto: (iStock)
|
"Kalau mengenai fasilitas milik penduduk ya berpotensi menimbulkan kerusakan. Tapi karena probabilitasnya kecil kita tidak perlu khawatir," ujarnya.
Berdasarkan catatan, hanya satu orang yang pernah kejatuhan sampah antariksa, yaitu seorang wanita di Amerika Serikat (AS) bernama Lottie Williams yang terkena serpihan roket Delta II. Namun serpihan roket yang menjatuhinya pun begitu kecil karena sudah habis terbakar saat melewati atmosfer Bumi, sehingga wanita tersebut tidak sampai mengalami luka.
"Kalau di Indonesia, pernah kena kandang domba di Sumenep tahun 2016. Itu pun tidak sampai mengenai dombanya. Artinya sejauh ini belum ada (laporan yang membahayakan)," terang profesor riset astronomi kelahiran Purwokerto ini.
Dampak kedua yang juga dikhawatirkan adalah bahan yang terkandung pada sisa satelit tersebut, terutama jika mengandung bahan nuklir. Dampak ini dicontohkan Thomas pernah terjadi di Kanada.
"Itu pernah terjadi sampah antariksa milik Rusia jatuh di Kanada. Waktu itu Kanada menuntut ganti rugi. Sebagian besar (sampah antariksa) memang akan habis di atmosfer. Tapi karena kekhawatiran pencemaran bahan nuklir itu yang harus diwaspadai dan menyebabkan Kanada menuntut Rusia," jelas pria berkacamata ini.
![]() |
(Halaman selanjutnya: Sampah Antariksa di Indonesia)
Sampah Antariksa yang Jatuh di Indonesia
Foto: NASA
|
Beberapa sampah antariksa yang jatuh di Indonesia tersebut, dirangkumkan Thomas sebagai berikut:
- 1981, tabung bahan bakar roket milik Uni Soviet (sekarang Rusia)
- 1988, tabung bahan bakar roket milik Uni Soviet
- 2003, pecahan tabung roket milik China jatuh di Bengkulu, Provinsi Bengkulu
- 2016, tabung bahan bakar milik AS jatuh di Sumenep, Jawa Timur
- 2017, dua keping tabung roket dan pecahan roket milik China jatuh di Sumatera Barat.
Dikatakan Thomas, sampai saat ini tidak ada mekanisme yang dapat dilakukan manusia untuk mencegah jatuhnya sampah antariksa ke Bumi dan meminimalkan dampaknya. Sampah antariksa pun tidak bisa diprakirakan titik jatuhnya di mana.
"Hanya bisa dipantau, tapi pemantauan itu hanya untuk mengidentifikasi itu milik siapa kalau sudah jatuh. Jadi untuk mengantisipasi jatuhnya itu tidak memungkinkan," ujarnya.
Dia mencontohkan, sampah antariksa berupa pecahan tabung roket milik China yang jatuh di Bengkulu pada 2003, sebelumnya diprakirakan jatuh di Jazirah Arab. Kejadian jatuhnya tabung bahan bakar milik AS di Sumenep, Jawa Timur di 2016 pun, awalnya diprakirakan jatuh di Lautan Hindia.
"Jadi memang tidak bisa diprakirakan. Paling jalurnya saja yang perlu diwaspadai. Jadi LAPAN biasanya kalau ada sampah antariksa yang akan jatuh akan mengidentifikasi milik siapa, ada potensi bahaya atau tidak," rincinya.
Sepanjang perkembangan teknologi antariksa, menurut Thomas, belum ada laporan kejadian yang membahayakan orang atau barang yang terkena benda jatuh dari luar angkasa.
Meski demikian, kita tidak boleh lengah. Karenanya, jaringan pengawas satelit, radar militer dan badan antariksa nasional dari berbagai negara termasuk LAPAN, terus mengamati obyek-obyek di orbit Bumi.
"Kalau ada sampah antariksa itu akan dilihat sampah antariksanya apa, apakah bermuatan bahan nuklir atau tidak, kalau tidak bermuatan nuklir apakah berpotensi mengandung zat kimia atau tidak, LAPAN selalu memantau itu," tutupnya.