"Badai Matahari sejak zaman dahulu pun sudah ada. Tapi karena Bumi punya pelindung yang kuat, Bumi aman-aman saja," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin kepada detikINET.
Dijelaskan Thomas, Bumi punya dua pelindung yang kuat, pertama adalah lapisan magnetosfer atau medan magnet yang melindungi dari partikel energetik atau berenergi tinggi berisi proton dan elektron, sehingga tidak membahayakan manusia di Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, ada lapisan ozon yang melindungi radiasi ultraviolet dari Matahari. Karena pada saat badai Matahari terjadi, terjadi peningkatan pancaran partikel energetik atau partikel berenergi dan radiasi dari Matahari.
Belakangan, orang menjadi sangat peduli dengan fenomena badai Matahari. Bahkan menjelang tahun 2012, orang sempat heboh membahas badai Matahari seolah-olah sebagai penyebab terjadinya kiamat. Sebenarnya, dampak seperti apa yang ditimbulkan badai Matahari?
"Membahayakannya bukan pada kehidupan tapi bagi teknologi di antariksa. Ketika satelit-satelit itu terkena badai Matahari, dan jika proteksi satelit itu gagal mengatasinya, tentu instrumen di satelit itu rusak. Kalau satelitnya rusak, maka layanan-layanan yang memanfaatkan satelit itu akan terganggu," terang lulusan S3 Astronomi Kyoto University ini.
Jadi, meski tidak membahayakan makhluk hidup di Bumi, badai Matahari berdampak secara tidak langsung terhadap kehidupan. Pasalnya, layanan berbasis satelit sudah jadi kebutuhan manusia modern. Sebut saja untuk komunikasi, broadcasting dan komunikasi data perbankan misalnya, semua itu sangat bergantung pada satelit.
"Ketika satelit Telkom 1 mengalami gangguan di 2017 misalnya. ATM yang memanfaatkan satelit itu menjadi offline dan sekian banyak pengguna tidak bisa terlayani," Thomas memberikan contoh.
Bayangkan jika yang terkena gangguan bukan hanya satu satelit, tetapi banyak satelit, tentu akan menimbulkan kekacauan. Nah, hal inilah yang dikhawatirkan, sehingga badai Matahari menjadi perhatian.
Bagi para pembuat satelit, mereka harus bisa membuat proteksi satelit. Sementara bagi operator satelit, mereka harus bisa melakukan langkah-langkah pengamanan ketika terjadi badai Matahari ekstrem.
"Ini sesungguhnya sudah diantisipasi oleh operator satelit. Tapi dalam kondisi seperti badai Matahari ekstrem lalu sistem proteksinya mengalami kegagalan, bisa saja sistem satelitnya terganggu, itu yang dikhawatirkan. Kalau terganggu, tergantung satelit ini fungsinya apa. Apakah telekomunikasi, broadcasting, navigasi atau sekadar pemotretan, maka sistem-sistem itu yang nantinya akan terganggu," urainya.
Pengaruhnya di Indonesia
Foto: dok. REUTERS/NASA/SDO/Handout
|
Gangguan pada medan magnetik Bumi, dapat menyebabkan terbukanya celah medan magnetik Bumi sekitar kutub sehingga partikel bermuatan proton dan elektron dapat masuk ke atmosfer Bumi, membentuk aurora dan dapat bisa menginduksi jaringan listrik.
"Tahun 1989, trafo di Quebec, Kanada terkena induksi hingga terbakar dan mematikan listrik di daerah yang luas. Terbakar karena ada induksi dari partikel-partikel energetik dari badai Matahari," ujar pria berkacamata ini.
Bagaimana dengan di Indonesia? Disebutkan Thomas, induksi terhadap jaringan listrik tidak mungkin terjadi di wilayah ekuator yang berada di lintang rendah seperti di Indonesia.
Baca juga: Melihat Potret Kalimantan dari Luar Angkasa |
"Sangat minim kalau ke ekuator karena mengikuti medan magnet Bumi yang mengarahnya ke arah kutub. Jadi kalau di Indonesia sebut saja pelindung medan magnet dan pelindung lapisan ozon itu cukup aman. Badai Matahari di wilayah ekuator aman," tutupnya.