Hal tersebut dijelaskan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin. Saat fenomena alam itu berlangsung, Bulan bisa berada sejauh 406.000 km dari Bumi, Sebagai perbandingan, jarak rata-rata keduanya berkisar di angka 384.000 km.
Tak berbeda jauh dengan Bulan, Matahari pun mengalami hal serupa seperti satelit alam Bumi tersebut. Ahli astrofisika Ethan Siegel mengatakan pusat Tata Surya tersebut juga tampak lebih kecil di langit Planet Biru ini dibandingkan biasanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan jarak terdekat (perihelion) antara keduanya 5 juta kilometer lebih pendek dibanding pada aphelion. Meski sudah kembali mendekat secara-perlahan-lahan, Bumi masih terhitung berada di jarak yang jauh sebelum masuk fase equinox (Matahari berada di garis khatulistiwa) pada September nanti.
Lantas, bagaiamana memastikannya? Bayangan menjadi kuncinya. Pada gerhana nanti, Siegel mengucapkan pengamatnya bisa memerhatikan bayangan Bumi pada Bulan dan menghitung besarannya, sebagaimana detikINET kutip dari Forbes, Jumat (27/7/2018).
Karena Bumi memiliki ukuran yang lebih kecil dari Matahari, maka bayangannya akan berbentuk seperti kerucut. Ketika Planet Biru ini berada lebih jauh dari bintang yang menyinarinya itu, maka bayangan berbentuk kerucut itu akan menjadi lebih panjang. Sebaliknya, jika Bumi berada lebih dekat dengan Matahari, maka bayangannya akan menjadi lebih pendek. (mon/fyk)