Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, menuturkan bahwa Tiangong-1 pada lintasan terakhir melewati lautan Pasifik, Amerika Selatan, lautan Atlantik, Afrika, Asia Tengah, dan bagian timur Asia Tenggara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai bentuk Tiangong-1 sendiri usai mengalami reentry atau kembali ke atmosfer seperti apa, LAPAN mengatakan untuk saat ini masih belum diketahui, karena stasiun langsung jatuh ke lautan.
Kendati begitu, sebelumnya disampaikan Tiangong-1 jatuh ke Bumi tidak dalam keadaan utuh alias sudah hancur berkeping-keping di atmosfer. Sehingga saat menghantam Bumi, benda tersebut akan terbagi-bagi dalam bagian kecil.
![]() |
Diketahui, pertama kali diluncurkan pada 29 September 2011, stasiun luar angkasa pertama Negeri Tirai Bambu tersebut mengorbit di ketinggian 350 kilometer.
Ketika itu, Tiangong-1 merupakan muatan dari Long March 2F yang diluncurkan di Jiuquan Satellite Launch Center, China.
Stasiun luar angkasa berbentuk tabung dengan panjang 10,4 meter berdiameter 3,4 meter dan dilengkapi bentengan panel surya di kedua sisinya ini, pernah ditempati para penjelajah antariksa dari China.
Namun sejak 2016, Tiangong-1 sudah tidak dapat dikontrol lagi dan mulai turun orbitnya. Stasiun luar angkasa China itu berpotensi jatuh ke Bumi di wilayah pada rentang 43 derajat lintang utara sampai 43 derajat lintang selatan, termasuk Indonesia di dalamnya.
(agt/afr)