Kata YLKI Soal Ponsel BM yang Masih Beredar di Pasaran
Hide Ads

Kata YLKI Soal Ponsel BM yang Masih Beredar di Pasaran

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Kamis, 18 Jun 2020 08:04 WIB
Pada hari ini, Senin (17/2/2020) pemerintah bersama operator seluler melakukan uji coba pemblokiran ponsel black market (BM).
Ilustrasi etalase toko ponsel. Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Ketua YLKI Tulus Abadi angkat bicara soal masalah kebijakan validasi IMEI yang sejatinya ditujukan untuk memberantas peredaran ponsel black market (BM).

Menurutnya, kebijakan ini seharusnya memprioritaskan aspek perlindungan pada konsumen, bukan semata masalah kerugian negara akibat penjualan ponsel ilegal. Perlindungan konsumen ini, menurut Tulus, lebih penting ketimbang kerugian negara.

Pasalnya perbedaan utama ponsel legal dengan ponsel BM adalah pada aspek jaminan atau garansi terhadap ponsel tersebut. Menurutnya garansi tersebut harus didapat langsung dari produsen, bukan sekadar jaminan toko.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan adanya kebijakan validasi IMEI, seharusnya sudah selesai nasib ponsel black market. Jika ditengarai masih dijual secara online dan masih mendapat layanan selular maka YLKI menghimbau kepada semua pihak terkait untuk memiliki komitmen bersama dan bersinergi untuk mengawal kebijakan ini yang sudah diterapkan sejak 20 April 2020 lalu," ujar Tulus.

"Kami kira jika semua berkomitmen untuk menjalankan regulasi untuk kepentingan kita bersama, baik itu konsumen maupun ekosistem industri. Pemerintah harus konsisten jangan maju mundur kayak undur-undur, masyarakat perlu ketegasan," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Terkait ponsel BM yang masih beredar di banyak marketplace ini, Direktur Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan Ojak Manurung juga ikut berkomentar.

Menurut Ojak, produsen importir wajib mencantumkan IMEI pada kemasan. Terkait dengan peraturan ini tentunya akan ada sanksinya. Misalnya jika tidak memberikan jaminan tertentu, maka ada konsekuensi pernyataan jaminan sehingga pelaku usaha harus memberikan jaminan apabila nanti produknya tidak tervalidasi.

Di samping itu juga nanti produk itu harus ditarik dari peredaran. Kemudian sanksi yang lainnya apabila tidak diindahkan itu nanti ada pencabutan perizinan, tentu melalui peringatan satu dan dua. Misalnya jika tidak mencantumkan label IMEI atau tidak sesuai pada kemasan, nanti akan ada pencabutan perizinan.

"Mengapa kita wajibkan label di PP 79 itu di kemasan, karena untuk mempermudah Konsumen mengecek apakah IMEI sudah terdaftar. Juga mempermudah petugas pengecek memeriksa tanpa membuka kemasan," tandas Ojak.

"Peraturan yang sama juga berlaku bagi masyarakat yang membeli ponsel secara daring atau online melalui market place. Para market place ini juga harus turut bertanggung jawab terhadap ponsel atau produk HKT (Handphone / telepon seluler, Komputer Genggam, dan Tablet) yang diperjualbelikan oleh merchant-nya," lanjutnya.

Itu sebabnya menurut Ojak para market place harus meminta surat pernyataan dari para merchant bahwa tidak akan menjual produk HKT yang illegal.

Tanggapan Tokopedia
detikINET pun meminta tanggapan dari Tokopedia terkait masalah ponsel BM yang masih beredar di marketplace ini. Pihak Tokopedia mengaku sudah secara aktif mengimbau seluruh penjual untuk memastikan bahwa produk yang dijual, dalam hal ini ponsel, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tokopedia juga mengaku selalu mendorong penjual memberikan deskripsi produk yang jelas dan melakukan pengecekan IMEI perangkat yang akan dijualnya melalui situs resmi Kementerian Perindustrian untuk mengantisipasi kendala penggunaan ke depannya.

"Kami juga mengarahkan penjual yang ingin mendaftarkan IMEI perangkat yang dijual ke situs resmi Direktorat Jenderal Bea Cukai," ujar Astri Wahyuni, Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah, Tokopedia.

Lebih lanjut Astri pun menyarankan masyarakat untuk melaporkan produk yang dinilai melakukan pelanggaran, baik ketentuan platform maupun hukum yang berlaku di Indonesia.

"Jika masih menemukan produk yang melanggar, baik syarat dan ketentuan platform maupun hukum yang berlaku di Indonesia, masyarakat bisa ikut melaporkannya melalui fitur 'Laporkan' yang ada di pojok kanan atas setiap halaman produk," tutup Astri.

Sebagaimana diketahui kebijakan validasi IMEI diterapkan sejak 18 April 2020 lalu karena selama ini ponsel BM deras masuk Indonesia, sehingga berpotensi merugikan negara antara Rp 2 triliun sampai Rp 5 triliun setahun, langsung atau tidak langsung.

Derasnya penyelundupan ponsel yang menurut kalangan industri ponsel terjadi sejak empat tahun terakhir ini yang membuat persaingan tidak sehat dan merugikan konsumen dan negara.

Ekosistem industri pun berharap kebijakan validasi IMEI bisa berjalan sesuai dengan apa yang sudah ditargetkan.

"Kami sangat mendukung terhadap aturan yang diterapkan oleh pemerintah untuk bersama-sama memerangi ponsel Black Market," ungkap Andi Gusena, Direktur Marketing Advan dalam keterangan yang diterima detikINET.