Pemerintah sudah menerapkan aturan pemblokiran ponsel black market (BM) sejak 18 April lalu dengan skema white list. Namun sampai saat ini ternyata masih ada saja ponsel BM yang dijual dan tetap bisa dipakai menggunakan operator seluler di Indonesia.
Dalam keterangan pers dari Indonesia Technology Forum (ITF), saat ini masih banyak ponsel BM yang dijual secara terang-terangan di e-commerce di Indonesia. Bahkan dalam deskripsi produknya, secara terang-terangan dijelaskan bahwa ponsel tersebut masih bisa dipakai menggunakan kartu SIM operator di Indonesia.
Pelaku industri pun mengaku miris melihat realitas ini, karena seharusnya ponsel BM yang beredar sudah tak bisa menggunakan layanan seluler di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mestinya ponsel black market sudah tak bisa beredar lagi dan tak dapat layanan selular. Kan, aturannya sudah diberlakukan. Kami jadi bingung, kebijakan ini akan dibawa kemana arahnya?" ungkap Andi Gusena, Direktur Marketing Advan dalam keterangan tersebut.
Senada dengan Andi Gusena, Manajer Pemasaran Evercoss, Suryadi William menilai jika ponsel black market masih beredar dan masih mendapat tempat, tidak akan baik untuk iklim industri dan kepentingan konsumen maupun pendapatan negara.
"Sebagai produsen tentunya kami berharap pula agar pemerintah terus memperketat aturan-aturan yang akan melindungi produsen yang sudah berinvestasi di dalam negeri. Jangan diberi jalan para pelaku bisnis ponsel black market," papar Suryadi.
CEO Mito, Hansen mendesak agar pihak pemerintah benar-benar merealisasikan aturan tersebut yang sudah ditetapkan pada 18 April 2020 lalu.
"Kami selalu mengikuti arahan dan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Jika aturan validasi IMEI ini benar-benar dilakukan akan berdampak positif bagi konsumen, industri dan pemerintah. Jika benar ponsel black market masih beredar dan masih mendapat layanan operator selular, kami jadi bertanya, ada problem apa dengan validasi IMEI ini?" ungkap Hansen.
Menurut Hansen, ia tidak menyudutkan pihak tertentu melainkan berharap peraturan tersebut dijalankan dengan semestinya. Kalaupun ada masalah teknis, semestinya dipaparkan ke publik.
Ia pun menyarankan seharusnya ada tindakan konkrit untuk para penjual ponsel BM agar ada efek jera. Ia ragu jika tak ada tindakan semacam itu, ponsel BM akan tetap marak di pasaran.
"Saya yakin tadinya mereka coba-coba. Kok, nggak diblokir. Masukin terbatas. Lama-lama aman, IMEI tak diblokir. Akhirnya mereka masukinlah dengan unit lebih banyak. Saya dapat informasi di sosmed dan di beberapa platform e-commerce sudah secara agresif mereka menawarkan ponsel Black Market. Seolah-olah mereka mendapat angin segar. Mohon ini menjadi perhatian dari pihak terkait dan di dicek kebenarannya," ungkap Hansen.
Hansen menyadari banyak kendala yang dihadapi oleh pihak terkait, mungkin saja menurutnya masalah sinkronisasi antar kementerian, mungkin juga software IMEI-nya belum siap. Ditambah dengan situasi yang serba terbatas karena wabah pandemic COVID-19.
"Ketika pluit sudah ditiup, sejak itu pula aturan harus ditegakkan. Jika offside dan melakukan pelanggaran, maka akan ada punishment yang menyertainya," tutup Hansen.
(asj/fay)