Program Satelit Indonesia Raya (SATRIA) milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dituding masih mempunyai banyak permasalahan, yang membuatnya harus segera dievaluasi. Apa saja masalahnya?
Menurut Pendiri dan Partner, Institute for Policy and Administrative Reform, Riant Nugroho, salah satu permasalahannya adalah soal penetapan daerah universal service obligation (USO). Menurutnya, dalam menetapkan daerah USO dan memutuskan perlu tidaknya mendapat bantuan telekomunikasi dari pemerintah, seharusnya BAKTI mengajak peran serta para pakar.
"Saat ini penetapan daerah USO dilakukan tanpa kajian kebijakan publik. Penetapan daerah USO yang selama ini dilakukan BAKTI hanya perkiraan saja. Saya menduga BAKTI tidak memiliki perhitungan yang cukup sehingga dapat dapat dipertanggungjawabkan kepada publik," terang Riant dalam keterangan yang diterima detikINET.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum adanya layanan telekomunikasi di daerah tersebut dikarenakan operator telekomunikasi melihat wilayah itu tidak komersial. Jika BAKTI tidak memiliki acuan dan perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka program yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat ini akan sia-sia dan mubazir.
"Seharusnya penetapan daerah USO oleh BAKTI harus memiliki kriteria yang baik dan transparan. Kita pernah memiliki pengalaman pembangunan daerah USO tanpa perhitungan yang dapat dapat dipertanggungjawabkan. Contoh nyata adalah program USO untuk Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Akibatnya program MPLIK menjadi sia-sia dan jadi kasus di Badan Arbitrase Nasional Indonesia," ungkapnya.
Proyek Satelit SATRIA BAKTI menargetkan pemasangan 150 ribu ground segment. Jumlah tersebut dinilai Riant terlalu besar dan tidak tepat sasaran. Riant menduga, paling banter hanya 30% saja yang tepat sasaran. Karena tidak adanya transparansi dan dasar perhitungan yang jelas, Riant meminta kepada Kementerian Keuangan untuk membuat tim guna melakukan evaluasi anggaran kementerian dan lembaga. Seperti pada program satelit SATRIA BAKTI.
Tim yang dibentuk nantinya harus independen yang terdiri dari internal Kementerian Keuangan dan pakar yang mengetahui betul program kementerian dan lembaga yang akan dijalankan. Tujuannya adalah agar tim tersebut dapat memberikan evaluasi yang benar.
"Setiap anggaran yang dikeluarkan dari APBN harus efektif dan efisien. Kementerian Keuangan harus melakukan penyisiran anggaran di BAKTI. Jika dirasa tidak perlu dan berpotensi memboroskan keuangan negara, Kemenkeu dapat menolak anggaran yang diajukan BAKTI. Sehingga Kemenkeu dapat menghemat anggaran," tutup Riant.
(asj/asj)