Hal itu disampaikan Trump lewat tweet sebagai respon atas kritik dari pemimpin kongres lantaran tidak memberitahukan soal rencana pembunuhan Komandan Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran.
"Kiriman Media ini akan berfungsi sebagai pemberitahuan kepada Kongres Amerika Serikat bahwa jika Iran menyerang orang atau target AS, Amerika Serikat akan dengan cepat & sepenuhnya menyerang balik, & mungkin dengan cara yang tidak proporsional. Pemberitahuan hukum semacam itu tidak diperlukan, namun diberikan!," tulis Trump.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari The Verge, Prosesor Yale Law School Oona Hathaway berpendapat tweet Trump melanggar beberapa undang-undang. Pertama, presiden tidak dapat memberi tahu kongres terkait Resolusi Kekuatan Perang melalui tweet.
Klaim "pemberitahuan hukum seperti itu tidak diperlukan." bukanlah hal benar. "Kapan pun presiden melibatkan angkatan bersenjata ke dalam 'pertempuran,' ia harus - setidaknya - memberi tahu Kongres dalam waktu 48 jam," kata Hathaway dalam tweetnya.
"Trump berkewajiban berkonsultasi dengan kongres sebelum memasukkan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat ke dalam pertempuran," tegasnya.
Baca juga: 'Hacker Iran' Serang Situs Pemerintah AS |
Trump telah lama menggunakan Twitter untuk melecehkan, menghina, dan merendahkan musuh-musuhnya. Dan sebagai presiden, ia telah menggunakan platform tersebut untuk mengeluarkan perintah, pengumuman, dan bahkan ancaman.
Pada 2018 misalnya, Trump memecat Sekretaris Negara Rex Tillerson melalui tweet. Dia pun bahkan sempat mengancam Korea Utara juga lewat tweetnya.
Agen-agen federal AS sendiri telah berjuang memperhitungkan penggunaan Twitter oleh Presiden Trump selama masa pemerintahannya. Mereka sering bertanya-tanya apakah tweet Trump dianggap sebagai kebijakan resmi pemerintah.
(afr/afr)