Jakarta -
Parker Solar Probe diterbangkan
NASA pada tahun silam, tepatnya Minggu (12/8/2018) malam. Parker sukses diterbangkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, lokasi yang sama dengan peluncuran satelit Merah Putih oleh SpaceX, perusahaan antariksa besutan Elon Musk.
Bedanya, pesawat luar angkasa itu menggunakan roket Delta-IV Heavy buatan United Launch Alliance. Kurang dari satu jam setelah peluncuran, NASA mengonfirmasi Parker sukses terpisah dengan bagian atas roket. Parker pun mengarungi luar angkasa menuju pusat Tata Surya,
Matahari.
"Misi ini sungguh menandai kunjungan kemanusiaan pertama ke sebuah bintang," sebut Associate Administrator Direktorat Misi Ilmiah pada NASA, Thomas Zurbuchen. "Kami telah mencapai sesuatu yang beberapa dekade lalu, dianggap sebagai fiksi ilmiah," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mesin penjelajah ini diklaim menjadi objek tercepat yang pernah diciptakan oleh manusia, mampu tembus 700.000 kilometer per jam. Sebagai perbandingan, pesawat Lockheed SR-71 Blackbird sebagai pemegang rekor dunia untuk kecepatan tertinggi di udara, 'hanya' mampu menyentuh 3.529 kilometer per jam.
Parker juga menjadi pesawat luar angkasa pertama yang namanya diambil dari seorang tokoh yang masih hidup. Adalah Eugene Parker, seorang astrofisikawan berusia 91 tahun yang namanya diambil untuk kendaraan antariksa tersebut.
Alasannya adalah, Parker merupakan orang pertama yang mendeskripsikan angin surya (solar wind) pada 1958. Itu adalah aliran partikel bermuatan atau plasma yang menyebar ke segala arah dari atmosfer terluar Matahari.
Sekadar informasi, angin surya atau angin Matahari yang tidak bisa diprediksi kemunculannya dapat memicu gangguan pada bidang magnetis dan mengacaukan teknologi komunikasi. Hal tersebut tentunya selaras dengan misi Parker dalam mengumpulkan data untuk memecahkan sejumlah misteri dibalik perilaku Matahari.
Nantinya, dalam kurun waktu sekitar 7 tahun ke depan, pesawat antariksa tersebut akan mengitari Matahari selama 24 kali untuk mempelajari korona, yaitu lapisan terluar dari atmosfer milik pusat Tata Surya tersebut.
Korona dianggap menjadi tempat terjadinya banyak aktivitas penting dari Matahari yang dapat memengaruhi terbentuknya Bumi. Lalu, Parker akan menembus lapisan terluar dari atmosfer Matahari tersebut dan berada sekitar 6,16 juta kilometer dari permukaan satu-satunya Bintang di dalam sistem Tata Surya tersebut.
"Saya menyadari jika angka tersebut tak terdengar cukup dekat, tapi bayangkan jika Matahari dan Bumi terpaut jarak 1 meter, Parker Solar Probe hanya akan berjarak 4 centimeter dari Matahari," ujar Dr. Nicky Fox, ilmuwan dari Inggris.
Dalam misi ini, Parker Solar Probe harus bisa bertahan menghadapi suhu dan radiasi panas luas biasa. Pesawat luar angkasa itu telah dipasangi pelindung panas yang dirancang untuk menjaga instrumen-instrumen yang ada di dalamnya tetap ada dalam suhu 29 derajat Celsius, meskipun bagian luar pesawat berhadapan dengan suhu amat panas.
Parker Solar Probe dilengkapi instrumen yang dirancang untuk mengambil citra angin surya dan mempelajari bidang listrik juga magnetis, plasma korona dan partikel energetik. Tujuan NASA adalah mengumpulkan data soal cara kerja bagian dalam korona yang berdaya magnet sangat kuat.
Setelah sekian lama menjelajah, Parker saat ini jaraknya 24 juta kilometer dari Matahari. Meski angka itu tampak jauh, sebenarnya sangat dekat untuk hitungan di antariksa, kurang dari separuh jarak antara planet Merkurius dengan Matahari.
"Tiga kali pendekatan wahana sejauh ini spektakuler. Kami bisa melihat struktur magnetis dari korona, yang memberitahu kita bahwa angin Matahari muncul dari lubang kecil korona," kata Profesor Stuart Bale dari University of California, Berkeley.
Seperti disebutkan, Parker nantinya akan terbang begitu dekat dengan Matahari sampai jarak 6 juta kilometer dari permukaannya. Itu 7 kali lebih dekat dari misi sebelumnya, Helios 2 yang diterbangkan tahun 1976.