Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi meminta agar Gubernur DKI, Anies Baswedan, memerintahkan jajarannya untuk menghentikan sementara pemotongan kabel optik yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga.
"Langkah yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga dengan memotong kabel optik milik anggota Apjatel secara sepihak melanggar hak-hak konsumen telekomunikasi. Seharusnya Pemprov DKI bisa melakukan koordinasi dengan Apjatel ketika hendak melakukan penertiban atau merapihkan trotoar jalan di DKI," terang Tulus dalam keterangan yang diterima detikINET.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"YLKI minta agar Pemprov DKI menghentikan langkah tersebut dan segera berkoordinasi dengan operator telekomunikasi yang tergabung dalam Apjatel. YLKI melihat banyak kebijakan Pemprov DKI yang aneh dan melanggar regulasi serta berpotensi mengganggu kepentingan konsumen. Seperti rencana mengizinkan PKL untuk berjualan di trotoar. Trotoar itu untuk pejalan kaki bukan untuk PKL dan itu melanggar UU lalu lintas," paparnya.
Seharusnya Disiapkan Saluran untuk Kabel Optik
Menurut Ian Joseph Matheus Edward, pengamat telekomunikasi dari ITB, penataan dan perbaikan trotoar yang dilakukan Pemprov DKI sebenarnya adalah hal yang baik. Namun Ian menyayangkan eksekusi yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga.
Menurut Ian sebelum Dinas Bina Marga melakukan penertiban kabel udara fiber optik, seharusnya Pemprov DKI menyiapkan terlebih dahulu ducting atau saluran yang nantinya akan dipergunakan untuk menaruh kabel optik atau kabel utilitas lainnya.
Ducting yang dibuat oleh Pemprov DKI juga bukan sekadar lubang satu yang ada di ujung-ujung jalan dan bukan hanya tengah jalan. Tetapi ducting tersebut juga harus memiliki standar internasional seperti layaknya smart city yang ada di dunia.
"Standarnya harus ada. Misalnya ducting atau saluran tersebut harus bisa menampung beberapa kabel baik FO dan sarana utilitas lainnya seperti hydrant, saluran PAM, kabel listrik. Ducting tersebut juga harus ada di dua sisi jalan dan mudah untuk dibuka dan terdapat jalur akses ke arah persil. Sehingga ketika ada ganguan atau ada operator ingin menambah kapasitas FO nya mereka tak harus menggali lagi," terang Ian.
Ian optimistis dengan dana APBD DKI yang sangat besar, Pemprov DKI mampu menyediakan sarana ducting bersama yang sesuai dengan standar internasional dan mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Namun jika Pemprov DKI tak memiliki anggaran, mereka bisa mengajak Apjatel untuk berpartisipasi membangun ducting bersama tersebut.
"Kalau Pemprov DKI tak sanggup, Apjatel pasti mau. Saya optimis Apjatel mau membangun ducting bersama tersebut jika komunikasi yang baik dijalin oleh Pemprov DKI. Apa lagi Pemprov DKI ingin membuat Jakarta sebagai smart city. Jakarta menjadi rapih dari kabel udara dan smart city yang menjadi cita-cita Gubernur DKI dapat terwujud. Kenapa pembenahan trotoar ini tidak dijadikan momentum oleh Dinas Bina Marga ya," tambahnya.
Ia melanjutkan, untuk menjadikan Jakarta sebagai Smart City selain harus tersedia aplikasi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi publik, Pemprov DKI juga harus menyediakan broadband di mana-mana. Termasuk dalam membuat blueprint penempatan kabel optik dan BTS mikro di Jakarta. Terlebih lagi nantinya Indonesia akan menyongsong 5G yang membutuhkan banyak kabel optik dan BTS mikro.
"Jika pemprov sendiri tidak memiliki blueprint penempatan kabel optik dan BTS mikro di Jakarta, bagaimana bisa Jakarta menjadi smart city. Membuat smart city tak hanya aplikasi saja tetapi memiliki blue print tata kota yang benar termasuk dalam penyediaan infrastrktur broadband di daerahnya. Tata kotanya saja ngak beres gimana DKI mau jadi Smart City," tutupnya.
(asj/fay)