Galaunya Kominfo Cabut Izin Frekuensi First Media dan Bolt
Hide Ads

Galaunya Kominfo Cabut Izin Frekuensi First Media dan Bolt

Agus Tri Haryanto - detikInet
Rabu, 21 Nov 2018 10:12 WIB
Kominfo. Foto: Agus Tri Haryanto/inet
Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih menunda pencabutan izin penggunaan frekuensi milik PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Intenux (Bolt), seiring kedua perusahaan tersebut mengirimkan proposal perdamaian.

Proposal tersebut berisi komitmen PT PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Intenux (Bolt) untuk melakukan pembayaran dengan skema baru. Alhasil, Kominfo yang telah menerimanya sejak Senin (19/11) sampai pagi ini terus menggodok pengajuan dari kedua perusahaan Lippo Group itu.

"Kita masih mempertimbangkan dari dua pilihan yang ada, apakah memutuskan untuk mencabut izin penggunaan frekuensi atau menerima proposal, ini yang masih alot di rapat SDPPI," ujat Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, kepada detikINET, Selasa malam (20/11/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Kominfo memilih untuk mempertimbangkan proposal dari PT PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Intenux (Bolt) ini karena skema pembayaran yang ditawarkan dinilai menjadi daya tariknya, bila dibandingkan skema pembayaran di Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang hingga 10 tahun.

"Pengajuan yang diterima cukup menarik, struktur pencicilannya lebih bagus dari PKPU yang sampai 10 tahun. Kalau dari proposal ini cicilannya lunas sampai September 2020," tutur pria yang disapa Nando ini.

Disampaikannya, rapat SDPPI membahas nasib PT PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Intenux (Bolt) yang tertunda Senin kemarin dilanjutkan pada hari ini. Mengenai hasil keputusan tersebut, Nando mengatakan itu tergantung dari seberapa lama rapat pada hari ini digelar, karena seperti kata dia, pembahasannya cukup alot.

Sebagai informasi, PT First Media Tbk (KBLV) dan Bolt menunggak kewajiban membayar BHP frekuensi radio di 2,3 GHz untuk tahun 2016 dan 2017. Jumlah tunggakan pokok dan dendanya masing-masing Rp 364.840.573.118 (Rp 364 miliar), sedangkan Bolt menyentuh angka Rp 343.576.161.625 (Rp343 miliar).



Kedua perusahaan Lippo Group ini diketahui belum menunaikan kewajiban membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio tahun 2016 dan 2017 dengan tunggakan plus denda total Rp 708 miliar.

Selain First Media dan Bolt, ada PT Jasnita Telekomindo yang juga macet kewajiban membayar BHP frekuensi radio. Tercantum di laporan Evaluasi Kinerja Penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) 2,3 GHz dalam tabel "Kewajiban Pembayaran BHP Frekuensi Radio" yang dirilis Kominfo, tunggakan plus denda Jasnita mencapai Rp 2,197 miliar. (agt/fyk)