"Ketika Galileo (Galilei) mendeskripsikan satelit alami Jupiter, ia menjelaskannya sebagai planet," ujar Kirby Runyon, ahli geologi planet dari John Hopkins University, sebagaimana detikINET kutip dari Live Science, Rabu (3/10/2018).
"Jadi, sejarah sebelumnya sudah mempertimbangkan bahwa objek bulat yang mengorbit planet lain adalah planet juga. Dan kami melihat planet-planet kerdil sebagai planet seutuhnya," katanya menambahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu berarti, Bulan yang mengitari Bumi juga dianggap layak disebut planet. Begitu pun dengan satelit-satelit alami milik planet lain, seperti Jupiter dan Saturnus.
Runyon sadar bahwa pandangannya ini telah mendapat respons negatif dari para ahli astronomi, dan ia pun tidak masalah dengan hal tersebut. Dia hanya meminta para pelontar kritik untuk membuat konsensus jika tidak setuju, bukannya melakukan pemungutan suara secara sepihak seperti International Astronomical Union (IAU).
Ya, penghakiman lembaga tersebut yang menyatakan Pluto bukan lagi planet memang dianggapnya tidak mewakili sains. Ia pun turut mengkritisi ketentuan IAU dalam menimbang kelayakan sebuah objek untuk bisa disebut sebagai planet.
Menurutnya, aturan mereka semena-mena dan tidak berdasarkan sejarah yang ada. Maka dari itu, ia mengataman kebijakan mereka sebaiknya tidak perlu menjadi bahan pertimbangan ketika menentukan status planet terhadap suatu objek di luar angkasa.
![]() |
Senada dengan Runyon, Metzger juga sempat menyebut jika dasar yang dimiliki oleh IAU tidak kuat. Dari berbagai penelitian dalam kurun waktu 200 tahun terakhir yang diobservasinya, ia hanya menemukan satu laporan dengan isi serupa aturan lembaga tersebut. Laporan terbitan 1802 itu pun, menurutnya, juga tidak didasarkan dengan alasan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Penelitian dari Metzger itu memang didasari atas kejanggalan yang dirasanya dari definisi planet berdasarkan IAU. Ada tiga hal yang disebut organisasi tersebut harus dimiliki oleh sebuah objek antariksa agar bisa diakui sebagai planet.
Pertama, objek tersebut berada di dalam orbit yang mengitari Matahari. Kedua, memiliki massa yang cukup terhadap gravitasinya sendiri sehingga memiliki bentuk yang hampir bulat. Sedangkan yang terakhir, orbit dan kawasan di sekitarnya harus bersih dari objek-objek angkasa lainnya.
Baca juga: Menimbang Kelayakan Pluto Jadi Planet Lagi |
Pluto berhasil memenuhi dua syarat yang disebutkan pertama, namun gagal di poin terakhir karena ia berada di Sabuk Kuiper. Itu adalah sebuah kawasan di Tata Surya yang berisikan banyak objek bermaterialkan es.
Poin inilah yang menjadi kontroversial di Mata Metzger. Hal tersebut disebabkan ketiadaan dukungan dalam bentuk penelitian tertulis mengenai poin ketiga, yaitu sebuah planet harus memiliki orbit, sekaligus kawasan di sekitarnya, yang bersih dari objek-objek angkasa lainnya.
Dia pun menyarankan jika planet diklasifikasi berdasarkan cukup besarnya mereka dalam menampung gravitasi untuk mempertahankan bentuknya tetap serupa bola. (mon/afr)