Semua bermula ketika International Astronomical Union (IAU), organisasi yang berisikan kelompok-kelompok ahli astronomi di seluruh dunia, memperketat definisi planet. Ada tiga hal yang disebutnya harus dimiliki oleh sebuah objek antariksa agar bisa diakui sebagai planet.
Baca juga: Bukan Lagi Planet, Pluto Cuma Jadi Komet? |
Pertama, objek tersebut berada di dalam orbit yang mengitari Matahari. Kedua, memiliki massa yang cukup terhadap gravitasinya sendiri sehingga memiliki bentuk yang hampir bulat. Sedangkan yang terakhir, orbit dan kawasan di sekitarnya harus bersih dari objek-objek angkasa lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka, objek yang berada di 'ujung' Tata Surya itu terpaksa harus menyandang status sebagai planet kerdil sampai saat ini dari IAU. Walau demikian, sebagaimana disebutkan di atas, perdebatan mengenai status tersebut masih terus bergulir.
Yang terbaru datang dari Philip Metzger, seorang ilmuwan dari University of Central Florida. Ia mengatakan standar yang ditetapkan oleh IAU salah.
Hal tersebut disebabkan ketiadaan dukungan dalam bentuk penelitian tertulis mengenai poin ketiga, yaitu sebuah planet harus memiliki orbit, sekaligus kawasan di sekitarnya, yang bersih dari objek-objek angkasa lainnya. Untuk memperkuat argumennya, ia pun melakukan observasi.
Hasilnya, dari berbagai penelitian yang diterbitkan dalam kurun waktu 200 tahun terakhir, ia hanya menemukan satu laporan dengan isi serupa poin tersebut. Laporan terbitan 1802 itu pun, menurutnya, juga tidak didasarkan dengan alasan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Metzger pun menyarankan jika planet diklasifikasi berdasarkan cukup besarnya mereka dalam menampung gravitasi untuk mempertahankan bentuknya tetap serupa bola. Selain itu, ia juga menyebut Pluto merupakan salah satu planet paling kompleks dan menarik di Tata Surya.
Bahkan, satelit-satelit alami dari Pluto dianggapnya lebih dinamis dan hidup dari Mars. Hal tersebut didasarkan pada geologi dan atmosfer yang dimilikinya.
Lantas, bagaimana IAU menanggapi ujaran Metzger? Lars Lindberg, juru bicara asosiasi tersebut, mengatakan pihaknya belum memikirkan kembali untuk meninjau ulang klasifikasi dari Pluto.
"Walau begitu, merupakan hal yang positif untuk memperdebatkan topik (status Pluto) tersebut," ujarnya, sebagaimana detikINET kutip dari Cnet, Senin (10/9/2018).
Sebelumnya, pada 2017 lalu, NASA sempat mengirim kendaraan luar angkasanya untuk melakukan observasi jarak dekat terhadap Pluto. Misi tersebut diwakili oleh tim New Horizon.
Penelitian tersebut diklaim bisa saja mengembalikan status Pluto menjadi sebuah planet. Malahan, proyek itu juga dinilai mampu menahbiskan sejumlah satelit alami dan objek Tata Surya lainnya menjadi planet baru. (mon/rns)