Ek ternyata tak menganggap pekerjaan sebagai peran yang statis, melainkan lebih kepada sebuah misi. Hal ini ia ungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Fast Company, Kamis (16/8/2018).
"Saya mendeskripsikan (pekerjaan) sebagai sebuah misi. Anda mungkin saja mempunyai jabatan yang sama, namun Anda tak akan pernah mempunyai pekerjaan yang sama selama lebih dari dua tahun, dan sejujurnya kami menerapkan hal itu," ujar Ek dalam wawancara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsep ini diakui Ek dipinjamnya dari pendiri LinkedIn Reid Hoffman, yang menganggap pekerjaan sebagai penggiliran tugas, yang harus diselesaikan selama dua sampai lima tahun. Hoffman pun punya alasan tersendiri yang mendasari konsep tersebut.
Menurut Hoffman, penggiliran tugas ini memberi nilai lebih kepada karyawan, yang membuat mereka mempunyai tujuan konkrit dan alasan kuat untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Jadi, bagaimana Ek menerapkan budaya ini di Spotify? Caranya adalah dengan melakukan pertemuan dengan para bawahannya setiap tahunnya, dan di pertemuan itu ia akan menanyakan hal yang paling dasar, yaitu 'Apakah ini yang mau kamu lakukan selama dua tahun ke depan?'.
Menurut Ek, hanya sedikit karyawan Spotify yang bisa bertahan lebih dari dua atau tiga kali pertemuan tersebut, dan memilih untuk mengundurkan diri dari perusahaan.
Hal ini disebutnya bukan karena mereka mempunyai performa kerja yang rendah, melainkan mereka merasa ingin mewujudkan impiannya di tempat kerja lain.
Tonton juga 'Spotify Ambil Langkah Tegas pada Pengguna Aplikasi Bajakan':
(rns/rns)