Bocoran Menkominfo: Bukan Google Pengutang Pajak Terbesar
Hide Ads

Bocoran Menkominfo: Bukan Google Pengutang Pajak Terbesar

Agus Tri Haryanto - detikInet
Kamis, 15 Jun 2017 13:05 WIB
Menkominfo Rudiantara. Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Setelah melalui berbagai proses, Google Asia Pasific Pte Ltd telah melunasi utang pajak di Indonesia. Meski kabar tersebut terus jadi pembicaraan hangat selama beberapa bulan terakhir, ternyata bukan Google yang memiliki utang pajak terbesar di antara perusahaan teknologi.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara saat ditemui usai buka puasa di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"Saya kasih clue, Google bukan yang paling besar (utang pajaknya)," ujar Rudiantara menegaskan. Namun ia tidak mau memberitahu perusahaan apa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disampaikan Rudiantara, pihaknya akan berkoordinasi dengan otoritas pajak yang dalam hal ini dipegang oleh Kementerian Keuangan. Sehingga ketika ditanya berapa utang pajak yang dilunasi oleh Google belum diketahuinya.

Tahap selanjutnya, pemerintah akan mengincar layanan Over The Top (OTT) lainnya yang diduga masih memiliki utang pajak di Indonesia. Diduga OTT yang dimaksud oleh Rudiantara ini, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Line, dan lainnya.

"Selanjutnya, OTT Internasional," menjawab soal pemerintah akan mengincar siapa lagi setelah Google melunasi utang pajak.

Setelah itu, nanti Kominfo akan merumuskan Peraturan Menteri (Permen) yang telah dikonsultasi publik sejak setahun lalu. Karena rancangan Permen itu mengalami molor, Kominfo mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun untuk Google dkk.

Dalam SE tersebut, perusahaan yang bergerak di bidang OTT itu berkewajiban punya Badan Hukum Tetap (BUT), menggunakan sistem pembayaran nasional, menggunakan nomor IP Indonesia, hingga mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan dalam Bahasa Indonesia.

Rudiantara masih belum bisa memastikan kapan SE tersebut dinaikkan untuk menjadi pembentukan Permen OTT. Ia hanya mengatakan bahwa perlu berkoordinasi dengan pihak terkait dulu sebelum menerbitkan Permen tersebut.

"Kurang lebih akan seperti Surat Edaran, hanya standing-nya berbeda. Kalau yang Surat Edaran kan hanya ngasih tahu nanti kayak begini-begini, kalau Permen ada sanksi, kalau dia melanggar naik ke atas, misalnya melanggar Undang-Undang Telekomunikasi, maka kena Undang-Undang tersebut," tuturnya. (fyk/fyk)