Selama bertahun-tahun, Adobe Photoshop dianggap sebagai standar utama dalam dunia desain grafis dan pengeditan foto profesional. Namun dalam beberapa bulan terakhir, muncul penantang yang mulai menarik perhatian banyak kreator di seluruh dunia, termasuk Indonesia: Affinity.
plikasi ini disebut-sebut menawarkan kemampuan sekelas Photoshop, namun dengan pendekatan biaya yang jauh lebih ramah, bahkan kini tersedia dalam versi gratis.
Lalu, sebenarnya apa itu Affinity dan mengapa kehadirannya disebut-sebut membuat Adobe Photoshop "ketar-ketir"?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenal Affinity
Affinity adalah rangkaian aplikasi desain profesional yang dikembangkan oleh Serif, perusahaan perangkat lunak asal Inggris. Awalnya, Affinity hadir dalam tiga aplikasi terpisah:
- Affinity Photo sebagai editor foto (alternatif Photoshop)
- Affinity Designer untuk desain grafis berbasis vektor (alternatif Illustrator)
- Affinity Publisher untuk tata letak dan penerbitan konten (alternatif InDesign)
Pada Oktober 2025, Serif diakuisisi oleh Canva. Sejak itu, Affinity mengalami perubahan besar.
Kini, seluruh fungsi tersebut digabung dalam satu aplikasi tunggal dengan empat tab utama: Vector, Pixel, Layout, dan Canva AI. Integrasi ini dirancang untuk memudahkan pengguna mengerjakan berbagai format desain dalam satu tempat tanpa harus berpindah aplikasi.
Kenapa Affinity Jadi Ancaman Serius Photoshop
Beberapa faktor yang membuat Affinity semakin diperhitungkan:
1. Tidak Perlu Berlangganan
Salah satu keluhan terbesar kreator terhadap Adobe adalah biaya berlangganan yang terus berjalan. Banyak pengguna yang merasa terikat oleh sistem langganan meskipun pemakaian tidak selalu intensif.
Paket Photoshop dimulai dari sekitar USD 20 per bulan untuk komitmen tahunan, atau USD 30 per bulan untuk paket bulanan. Bahkan, pembatalan di tengah periode bisa dikenakan denda hingga USD 120. Kondisi ini membuat banyak pengguna mempertimbangkan opsi lain yang lebih terjangkau atau bahkan gratis.
Affinity menawarkan opsi:
- versi gratis dengan fitur inti
- versi premium dengan biaya satu kali bayar
Pendekatan ini mengurangi hambatan bagi pelajar, freelancer, dan UMKM.
2. Antramuka Intuitif
Yang membuat Affinity menarik adalah antarmukanya yang intuitif. Tab Vector menghadirkan alat ilustrasi vektor yang setara untuk kebutuhan desain dasar hingga menengah, sementara tab Pixel menawarkan paket lengkap untuk pengeditan foto dengan pengaturan alat yang rapi dan mudah dipahami.
Aplikasi ini juga menyertakan stabilizer untuk menghaluskan goresan saat menggambar, serta asisten otomatis yang mencegah kesalahan umum, misalnya menggambar langsung di layer yang tidak sesuai.
Fitur-fitur ini membantu pengguna pemula belajar lebih cepat tanpa kurva belajar yang curam. Migrasi dari Photoshop atau bahkan GIMP berjalan cukup mulus karena alur kerja Affinity terasa familiar.
3. Fitur Profesional yang Sejalan dengan Photoshop
Affinity mendukung:
- Pengeditan foto RAW
- Sistem layer lengkap
- Color management profesional (CMYK & LAB)
- Bekerja dengan file PSD
- Bagi banyak desainer, kemampuan ini sudah lebih dari cukup untuk pekerjaan sehari-hari.
4. Performa Cepat dan Ringan
Banyak pengguna melaporkan Affinity berjalan lebih responsif dibanding Photoshop, terutama di laptop kelas menengah. Ini menjadi poin penting di Indonesia, di mana tidak semua kreator menggunakan perangkat dengan spesifikasi tinggi.
Apa Tantangan Affinity?
Meski menawarkan banyak keunggulan, Affinity masih menghadapi beberapa kendala:
- Ekosistem plugin belum sebesar Photoshop
- Migrasi workflow butuh waktu adaptasi, terutama bagi desainer yang sudah terbiasa puluhan hotkey Photoshop
- Walaupun versi dasar gratis, beberapa fitur canggih (termasuk yang berbasis AI seperti penghapusan latar otomatis, generative fill) mungkin terkunci di bawah model berbayar atau integrasi Canva Premium.
Artinya, bagi studio besar atau pekerja dengan alur kolaborasi kompleks, Photoshop masih memiliki posisi kuat.
(afr/afr)











































