Prihatin melihat teman sekolah yang mengalami depresi sehingga sulit berkomunikasi, mendorong Farhan Mandito Wirarachman dan Ananda Safira Choirunissa menelurkan aplikasi Plong. Aplikasi tersebut dibuat kesehatan mental, salah satunya untuk mengurangi risiko depresi.
"Jadi pada awalnya itu, Plong terinspirasi pada temannya founder kami ada yang mengidap gangguan mental. Kami memunculkan solusi dengan adanya aplikasi Plong, aplikasi kesehatan mental berbasis Android dan iOS," ujar Ananda saat ditemui belum lama ini.
Pelajar SMAN 1 Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu mengatakan, aplikasi ini berbasis Android dan iOS. Di dalamnya terdapat beberapa fitur di antaranya mulai dari konseling, meditasi, relaksasi, jurnal bersyukur serta artikel yang positif untuk kesehatan mental.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ujar Ananda, pengembang aplikasi juga bekerjasama dengan tenaga medis di Rumah Sakit Jiwa Cisarua. Sehingga penanganan kesehatan mental bisa lebih efektif. "Di sini lah aplikasi Plong diharapkan bisa menangani mereka yang gangguan mental dengan cara efektif karena menggunakan HP jadi bisa diakses dimana pun dan kapan pun," katanya.
Pembuatan aplikasi ini memakan waktu tiga bulan dari mulai konsep sehingga bisa tampil secara visual pada Juli 2020. Pandemi COVID-19, diakui Ananda sempat menghalangi tim kreator untuk bertukar gagasan secara langsung. " Tapi setelah ada kelonggaran, kita bertemu dan bertukar pikiran, tapi tentu kita juga terapkan protokol kesehatan," katanya.
![]() |
Aplikasi Plong karya Farhan dan Ananda tersebut mengantarkan mereka meraih medali perak dalam Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI) Tahun 2020 di bidang game dan aplikasi. Saat ini aplikasi masih dalam tahap penyempurnaan agar bisa digunakan secara lebih luas oleh masyarakat.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dedi Supandi mengapresiasi karya anak bangsa tersebut. Menurutnya, pandemi COVID-19 tak menyurutkan para siswa di Jabar untuk tetap melahirkan inovasi yang bermanfaat.
"Informasi dan telekomunikasi bukan lagi menjadi sebuah tawaran tapi itu sudah menjadi sebuah kebutuhan. dengan pandemi ini kita berharap pola pembelajaran itu dengan status-status bahwa pembelajaran itu tidak harus berbicara dengan daring, tapi bagaimana menyampaikan pola kemampuan atau pengetahuan yang didapatkan dalam konteks yang faktual," ujar Dedi.
"Tentunya kondisi ini kita harus dorong, bagaimana pihak dinas pendidikan selalu menyampaikan hal hal bahwa kebijakan kebijakan dengan membuka kurikulum di pandemi ini dengan kurikulum penyederhanaan tapi lebih pada berupaya agar sekolah mendorong para siswanya berkait inovasi agar muncul sehingga inovasi-inovasi itu bisa bermanfaat," pungkasnya.
(yum/afr)