Perjanjian Satelit RI-Malaysia Mendekati Final
Hide Ads

Perjanjian Satelit RI-Malaysia Mendekati Final

- detikInet
Selasa, 16 Jan 2007 12:51 WIB
Jakarta - Polemik soal layanan televisi berbayar Astro, memacu Pemerintah RI dan Malaysia untuk mempercepat finalisasi perjanjian resiprokal satelit. Saat ini kesepakatan azas timbal balik penggunaan dan pemberian hak labuh (landing right) satelit di kedua negara ini hampir tercapai."Sebenarnya belum ada pernyataan resmi dari Malaysia, tapi maraknya pemberitaan soal Astro akhirnya mempercepat pembicaraan kerjasama resiprokal ini, mereka pun sudah menelepon saya. Nanti, kalau sudah ada surat pernyataan atau MoU (nota kesepahaman-red) baru bisa, tinggal finalisasi," jelas Gatot S. Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Depkominfo, ketika dihubungi detikINET, Selasa (16/1/2007).Pemerintah, ujar Gatot, akan memberikan hak labuh baru bagi penggunaan satelit Malaysia dengan syarat pemerintah negeri jiran itu memberlakukan perjanjian resiprokal. "Perjanjian resiprokal itu untuk menjamin terbukanya kesempatan satelit Indonesia untuk beroperasi di Malaysia dan begitu pula sebaliknya," jelas dia.Gatot mengatakan nota kesepahaman (MoU) antar kedua pihak harus segera ditindaklanjuti, sehingga kekhawatiran berbagai pihak bahwa perjanjian respirokal tidak tercapai, dapat diatasi. Menurutnya, karena pembahasan perjanjian resiprokal ini merupakan keputusan yang diambil antar pemerintah (G2G), maka Indonesia akan melibatkan Departemen Luar Negeri, sedangkan di Malaysia melibatkan parlemen negeri jiran tersebut.Ihwal resiprokal ini bermula saat terbitnya Peraturan Menkominfo No. 13/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Menggunakan Satelit. Peraturan itu mengharuskan satelit asing mempunyai izin hak labuh dan menyesuaikan hak labuh baru bagi yang telah memilikinya, termasuk Astro.Pengelola televisi berbayar Astro, PT Direct Vision, merupakan salah satu perusahaan yang menjadi sorotan sejumlah kalangan, karena dianggap belum menyesuaikan izin hak labuh satelit. Astro juga harus menyelesaikan masalah koordinasi satelit agar frekuensi yang digunakan tidak bersinggungan dengan satelit lain.Masalah ini dapat diselesaikan pada 5 Mei 2006. Pemerintah Malaysia, melalui Malaysian Communications on Multimedia Commissions (MCMC), telah menandatangani MoU dengan Indonesia. MoU tersebut memberikan kesempatan bagi penyelenggara televisi berbayar Indonesia untuk menggelar layanan di Malaysia. Namun, undang-undang di Malaysia memberikan hak monopoli kepada Astro Malaysia sebagai operator televisi berbayar, sehingga tidak mungkin ada kompetitor Astro di Malaysia.Pemerintah Indonesia ingin ketentuan itu diubah setelah memberi kesempatan kepada Astro beroperasi di Indonesia. Pemerintah, kata Gatot, memberi kesempatan kepada Astro untuk mengurus penyesuaian hak labuh hingga Juni 2007. Jika tidak, pemerintah akan memberikan sanksi sesuai dengan undang-undang."Sangat kritikal bagi Direct Vision, apakah sampai tanggal tersebut mereka bisa dapat izin landing right atau tidak. Kemungkinan terburuk mereka tidak dapat beroperasi lagi" tegas Gatot.Senior Vice President Technology Direct Vision Srihanto Nugroho mengklaim masalah resiprokal telah diselesaikan instansi terkait di kedua negara. "Sekarang tinggal menunggu paper works (petunjuk pelaksana-red)," ujar Srihanto dalam konperensi pers di kantornya, Senin (15/1/2007). (rou/nks)
Berita Terkait