Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan syarat penggunaan 'pasal karet' Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sebelumnya, Pemerintah dan DPR telah sepakat melakukan revisi kedua UU ITE. Hasil dari perubahan tersebut akan dibawa dan disahkan dalam Sidang Paripurna.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, mengatakan Pasal 27 di UU ITE yang sering disebut dengan pasal karet tidak dihapus, tapi dipertegas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau itu untuk kepentingan publik, itu boleh. Kalau itu untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukkan, maka itu tidak akan terkena undang-undang ITE ini. Itu di pasal 27 diatur," ujar Usman ditemui awak media di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Usman menjelaskan Pasal 27 tidak bisa dipakai sembarangan seperti sebelumnya.
"Kalau sebelumnya kan tidak diatur ya, pengecualian, orang dilarang menghina mencemarkan nama baik menurunkan martabat orang, tapi ini ada pasal pengecualian itu boleh. Kalau itu untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukan, maka itu tidak akan terkena UU ITE ini itu di pasal 27 diatur," tuturnya.
Selain itu, Usman mengatakan, ada poin krusial lainnya dalam revisi UU ITE kedua ini selain pasal karet, yakni pasal perlindungan anak di internet.
"Sebelumnya sama sekali tidak ada. Ini (sekarang) ada. Jadi paling tidak dua hal itu yang dihasilkan dari perubahan kedua UU ITE," ucap Usman.
Disampaikannya perubahan UU ITE di sisi lain menjalankan kebebasan berpendapat, tetapi dalam menjalankan kebebasan berpendapat itu juga mempertimbangkan hak dan kebebasan orang lain.
"Agar ruang digital kita, internet kita ini aman dan sehat. Revisi undang-undang ITE ini juga untuk memberi kepastian hukum. Karena tadi kan ada pengecualian itu, jadi ada kepastian hukum," pungkasnya.
(agt/fay)