Untuk mengatasi penyebaran hoax di internet, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih menggunakan cara lama, yakni melakukan takedown alias penurunan konten tersebut.
Guna menurunkan konten yang dinilai melanggar peraturan, Kominfo berkoordinasi dengan platform digital, seperti Google, Meta, maupun Twitter -kini bernama X-.
Adapun saat ini, hoax tidak hanya berbentuk teks maupun tulisan, melainkan sudah berupa video, seperti hoax deepfake AI yang mana Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi korban terbarunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait penanganan Kominfo yang masih mengatasi penyebaran hoax dengan cara men-takedown, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi memberikan alasannya.
"Yang pasti kita ingin membangun narasi pemilu damai dan mewujudkan integritas dan peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia pada perhelatan Pemilu 2024 ini," ujar Budi di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Budi mengatakan bahwa takedown konten hoax di internet sebagai cara menghambat agar berita palsu itu tidak menyebar secara luas. Sedangkan untuk sanksi hukumnya bekerjasama dengan aparat penegak hukum.
"Langkah-langkah takedown itu kan bagian dari upaya agar kontennya penyebarannya terhambat atau hilang dari platform media sosial. Kalau soal langkah hukum atau tindakan hukum itu nanti kita lihat, kita mengacu pada UU ITE, UU Pemilu, karena jelas di UU Pemilu dilarang melakukan fitnah, hoax, dan sebagainya. Proses hukum, pasti kita berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, khususnya kepolisian untuk bersama-sama menangani masalah hoax di ranah digital," tuturnya.
Selain dengan bekerjasama dengan pihak kepolisian, mengatasi hoax di media sosial juga Kominfo menggandeng Bawaslu.
"Kalau soal pelanggarannya nanti divisiin, begitu. Tapi biasanya dari kasus pelanggaran pemilu sebelumnya, pelanggarannya bukan dari tim resmi, tapi dari tim setengah resmi atau bayangan. Jadi, agak sulit, tapi pasti teruskan ke ranah hukum jika dipandang memenuhi unsur melawan hukum," ucapnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak lantas dilarang ketika ada hoax deepfake AI.
Hanya saja pengguna teknologi AI diatur oleh Pemerintah Indonesia. Regulasi tersebut agar pemanfaatan teknologi AI digunakan secara tepat, bukan untuk melanggar peraturan yang melawan hukum di Indonesia
"Teknologi kami tidak atur tapi penggunaannya kita atur karena AI digunakan untuk kebaikan seperti finansial, marketing. Kalau disalahgunakan itu ditindak, ada aturannya. Sama seperti pisau, itu digunakan untuk menyiapkan makanan tapi bisa menodong, nah menodong itu pelanggaran," pungkasnya.
(agt/fay)