Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) baru saja disahkan. Pakar keamanan siber menilai lembaga yang menjaga data pribadi masyarakat ini tak hanya simbolis tetapi dapat galak kepada yang terbukti melakukan pelanggaran.
UU PDP ini sendiri terdiri atas 371 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan 16 bab, serta 76 pasal. Di aturan ini juga dijelaskan secara khusus lembaga yang akan menjadi 'benteng pertahanan' data pribadi seperti tercantum Bab 9 tentang Kelembagaan Pasal 58 sampai Pasal 60.
Lembaga yang nantinya ditetapkan oleh presiden tersebut mempunyai peran mulai dari perumusan dan penetapan kebijakan serta pelindungan data pribadi, pengawasan penyelenggaraan pelindungan data pribadi, penegakan hukum administratif terhadap pelanggar UU PDP, hingga fasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chairman CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan disahkannya UU PDP ini sebagai titik dimana Indonesia lebih serius dalam menghadapi persaingan dan pergeseran global yang semakin terdigitalisasi.
"UU PDP ini titik start kita bersama menghadapi tantangan globalisasi yang semakin digital. Pasca ini, segera bentuk Lembaga Otoritas Pelindungan Data Pribadi yang kuat, independen dan powerful. Jangan sampai Komisi PDP nanti tidak sekuat yang kita cita-citakan," tutur Pratama dalam keterangan tertulis, Rabu (21/9/2022).
Ditambahkan Pratama, perlu dibuat aturan turunan mengenai sanksi yang tegas untuk PSE lingkup Publik/Pemerintah. Kata Pratama, ini akan mempertegas posisi UU PDP terhadap PSE yang mengalami kebocoran data. Begitu juga, aturan terkait standar teknologi, SDM dan manajemen data seperti apa yang harus dipenuhi oleh para PSE.
"UU PDP memang tidak secara eksplisit mengamanatkan pembentukan Komisi PDP. Dalam pasal 58 dan 64 disebutkan sengketa perlindungan data peribadi harus diselesaikan lewat lembaga yang diatur oleh UU. Karena di sinilah nanti Komisi PDP harus dibentuk dengan jalan tengah, lewat Peraturan Presiden, hal yang disepakati sebagai jalan tengah antara DPR dan Kominfo," jelas Pratama.
Ditambahkan Pratama, sangat krusial posisi Komisi PDP. Karena itu wajib nantinya baik pemerintah dan DPR menempatkan orang yang tepat serta memiliki kompetensi untuk memimpin Lembaga Otoritas PDP atau Komisi PDP ini.
"Soal perlindungan data pribadi ini bila perlu dibuat Pakta Integritas untuk pejabat pemerintah yang bertanggung jawab terhadap data pribadi, siap mundur jika terjadi kebocoran data pribadi. Karena selama ini kebocoran data pribadi dari sisi penyelenggara negara sudah sangat memprihatinkan", tegasnya.
Pratama menambahkan perlunya memberikan wewenang yang cukup untuk Lembaga Otoritas PDP dalam menegakkan UU PDP, jangan sampai menjadi macan ompong dan nanti dituduh menghabiskan anggaran negara saja.
"Ini akan menjadi legacy atau warisan yang sangat baik dari pemerintahan Presiden Joko Widodo bila bisa mendorong lahirnya Lembaga Otoritas PDP yang kuat, kredibel dan bisa menjadi pelindung serta tempat terakhir meminta keadilan bagi masyarakat terkait sengketa perlindungan data pribadi," terang Pratama.
Pengesahan UU PDP ini harus juga direspon dengan segera melakukan audit keamanan informasi di semua PSE, baik lingkup Privat atau Publik. Apalagi kasus kebocoran data masih menjadi perhatian masyarakat luas dengan kasus Bjorka.
"Nantinya Lembaga Otoritas PDP bisa bersama BSSN membuat aturan standar tentang pengaman data pribadi di lingkup Private dan lingkup Publik, sehingga nantinya penegakan UU PDP bisa lebih detail dan jelas," tegas Pratama.
(agt/fay)