Usai diumumkan pemenang tender proyek Hot Backup Satellite (HBS) pada Jumat (11/3), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mulai tancap gas menjalankan proyek cadangan satelit Satria-1 ini.
Melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) melakukan penandatangan kontrak proyek HBS dan Jasa Pengoperasian dengan konsorsium Kemitraan Nusantara Jaya.
Sebagai informasi, Kemitraan Nusantara Jaya ini terdiri dari PT Satelit Nusantara Lima, PT DSST Mas Gemilang, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyediakan akses layanan internet.
"Tidak semua dihubungkan dengan fiber optik. Kita harus melakukan kombinasi, microwave link, juga harus kapasitas satelit," ujar Johnny di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Menkominfo mengatakan satelit HBS tersebut akan membantu memenuhi kapasitas satelit yang dibutuhkan Indonesia sebesar 1 Tbps.
Sejauh ini, kebutuhan tersebut akan dipenuhi satelit Satria-1 dan satelit HBS yang akan diluncurkan tahun depan. Lalu, satelit Satria-2a dan satelit Satria-2b yang dilirik investor dari Prancis dan Inggris.
"Kita harus ambil langkah cepat agar transformasi digital berjalan dengan baik," ucap Johnny.
Pengadaan infrastruktur (capital expenditure/capex) penyediaan satelit HBS ini membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 5.208.984.690.000, termasuk PPN.
Sedangkan, biaya jasa pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur HBS senilai Rp 475.204.320.000, termasuk PPN per tahun selama masa operasi 15 tahun.
Proyek satelit HBS ini akan dirakit oleh Boeing dan diluncurkan menggunakan roket kepunyaan SpaceX, perusahaan yang dinakhodai oleh Elon Musk. Ditargetkan satelit HBS tersebut dapat diluncurkan pada Maret 2022.
(agt/agt)