Sampoerna Telekomunikasi Ada 'Hak Spesial', Kok Gugat Menkominfo?
Hide Ads

Sampoerna Telekomunikasi Ada 'Hak Spesial', Kok Gugat Menkominfo?

Agus Tri Haryanto - detikInet
Selasa, 20 Apr 2021 13:50 WIB
Net1 Indonesia merek dagang PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia yang menggelar layanan 4G di pita frekuensi 450 MHz.
Foto: detikINET/Agus Tri Haryanto
Jakarta -

PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) memilih langkah untuk melayangkan gugatan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate soal tarif izin pita frekuensi radio. Padahal, menurut pengamat telekomunikasi, STI punya 'hak spesial'.

Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono memaparkan tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) menggunakan formula BHP = N x K x I x C x B. Disampaikannya, ini bisa diterapkan tapi tidak harus seragam.

N = berbasis indeks harga konsumen. Jika pemerintah mau internet murah, bisa saja membuat indeks harga khusus sektor telekomunikasi, bukan inflasi nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

K = ini pun faktor pengali yang berbasis karakter pita frekuensi, jenis layanan, dan wilayah layanan. Nonot mengatakan bisa saja Pemerintah membuat kebijakan khusus pita frekuensi tertentu untuk pemberdayaan masyarakat di area 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) atau area Universal Service Obligation (USO), bahkan BHP pita bisa Nol.

I = harga satuan per MHz. Terkah hal ini, Nonot mengungkapkan, terserah pantasnya mau dibikin berapa; seperti yang sudah berlaku atau mau diturunkan; terserah Pemerintah dan mungkin saran DPR

ADVERTISEMENT

C = jumlah populasi total penduduk dari yang baru lahir hingga yang manula. Mau dihitung hanya orang yang bisa pakai HP saja pun bisa, itu tergantun dari Pemerintah.

B = bandwidth atau lebar pita sudah diberikan apa adanya, selebar sekian MHz.

"Nah, melihat fleksibilitas ini, sebenarnya operator yang khas di pita khusus, seperti di 450 MHz itu bisa saja meminta perlakuan khusus karena banyaknya kendala teknis terhadap pita 450 MHz ini. Sayangnya ini tidak ditempuh (PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia)," tutur Nonot.

Mantan Komisioner BRTI ini menyampaikan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia yang punya merek dagang Net1 Indonesia itu bisa mengubah cakupan layanannya.

"Seharusnya STI bisa mengajukan penurunan beban BHP dengan cara mengubah cakupan area layanan sesuai dengan karakter pita frekuensi 450 MHz," imbuh Nonot.

Dengan fleksibilitas hingga kendala yang dihadapi PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia dalam menggelar layanan Net1 Indonesia, 'hak spesial' tersebut seharusnya bisa ditempuh.

"Karena faktor K itu ditentukan berdasarkan fungsi layanan dan area layanan. Tapi, mungkin mereka gengsi atau takut valuasi turun," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, gugatan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia ke Menkominfo tersebut telah terdaftar di PTUN Jakarta, Jumat (16/4) dengan Nomor Perkara 102/G/2021/PTUN.JKT.

Di dalam petitum gugatannya, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia yang punya merek dagang Net1 Indonesia ini, meminta hakim PTUN menetapkan sejumlah putusan yang digugatnya kepada Menkominfo.




(agt/fay)