Teguh memberikan ilustrasi, jika RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri dari 242 pasal. Jika satu pasal di baca 5 menit artinya untuk membaca 242 pasal dibutuhkan waktu 1210 menit. Itu belum untuk membaca 19 dokumen lampiran dan memahami esensi regulasi tersebut.
Setelah membaca regulasi dan memahami esensi regulasi, harus dicarikan korelasinya dengan regulasi dan kesesuaian market. Setelah itu baru meminta feedback dari industri terkait atau yang terdampak dari regulasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika yang menerima feedback itu cepat merespon itu bagus. Setelah itu kita harus menyimpulkan seluruh feedback yang ada dan menulis sebagai masukan. Paling cepat 7 hari kerja kita bisa memberikan masukan tertulis ke Pemerintah terhadap regulasi tersebut," tutur Teguh.
Sebelumnya Ditjen SDPPI Kominfo juga melakukan konsultasi publik tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Konsultasi terhadap RPM pengaturan frekuensi ini juga terbilang singkat dari 23 hingga 30 Maret 2021. Namun ini jauh lebih baik ketimbang RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi yang dilaksanakan hanya 3 hari.
Menurut Teguh, idealnya waktu yang dibutuhkan untuk konsultasi publik regulasi yang sangat kompleks dan rinci seperti RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi sekitar 30 hari kerja. Contohnya ketika Pemerintah melakukan konsultasi publik tentang Uji Standardisasi Nasional Indonesia, Kementrian Perindustrian melakukan dalam waktu 30 hari kerja.
"Regulasi Penyelenggaraan Telekomunikasi ini kan hampir sama kompleksitas dan karakteristiknya. Mereka mau mendengarkan seluruh stakeholder. Kalau dikasih waktu 30 hari itu cukup. Jika dibawah 30 hari kita harus kerja keras. Apalagi kalau cuma dikasih waktu 3 hari. Kami ucapkan terima kasih ke Ditjen PPI. Itu artinya RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi tak perlu direvisi dan tak perlu masukan kita," kata Teguh.
Teguh berharap Kominfo dapat memberikan waktu tambahan bagi konsultasi publik RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi. Tujuannya agar Kominfo dapat membuat regulasi yang optimal. Sehingga meminimalkan revisi dan potensi gugatan dari pelaku usaha telekomunikasi. Jika regulasi yang dibuat baik, maka akan menumbuhkan industri telekomunikasi Nasional.
"Jika membuat regulasi yang tambal sulam seperti ini kasihan Presiden Jokowi dan industri telekomunikasi Nasional. Jangan sampai Menkominfo gegabah dan tanda tangan regulasi yang salah. Yang perlu diingat oleh seluruh jajaran Kominfo adalah industri ICT Indonesia sudah mencapai 99% dari total populasi. Jika gegabah dalam membuat regulasi bisa-bisa industri yang sudah bagus akan berpotensi terpuruk," tutup Teguh.
Hal senada juga diungkap oleh Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan Marwan O Baasir. Pihaknya mengaku akan sangat terbantu jika durasi konsultasi publik untuk RPM ini bisa diperpanjang, meski pihaknya tetap akan meninjau RPM tersebut.
"Saat ini ATSI sedang melakukan review terhadap RPM Postelsiar sesuai dengan komitmen kami untuk memberikan masukan semaksimal mungkin sesuai tenggat waktu yang ada. Namun akan sangat membantu jika durasi konsultasi publik untuk RPM Postelsiar dapat diperpanjang karena durasi yang ada saat ini menjadi tantangan tersediri bagi kami," ujar Marwan.
"Mengingat materi RPM yang bermanfaat bagi industri dan sudah lama dinantikan oleh pelaku usaha, maka kami para pelaku industri terkait membutuhkan waktu yang cukup untuk bisa mempelajari dan memberikan masukan secara maksimal. Tentu kita semua ingin regulasi baru ini saat nanti ditetapkan sudah benar-benar mengakomodir semua kepentingan, baik pemerintah, publik, juga para pemangku kepentingan terkait," tambahnya.