Sebagai aplikasi penyedia pemesanan kendaraan, Uber mengklaim bahwa bila isi revisi dari PM/2016 itu diterapkan, maka berpotensi ada kerugian yang dirasakan oleh masyarakat.
"Apabila diterapkan, masyarakat Indonesia akan kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap pilihan mobilitas yang dapat diandalkan, serta peluang ekonomi yang fleksibel, yang ditawarkan oleh ride-sharing," ujar Uber, Jumat (17/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama uji publik itu, Uber mencoba berperan aktif dengan berkomunikasi dengan pemerintah terkait payung hukum tersebut.
"Kami akan terus berkomunikasi dengan pemerintah guna memastikan kepentingan para penumpang dan mitra-pengemudi dapat diutamakan, serta memastikan bahwa inovasi dapat terus berkembang di Indonesia," tutur Uber.
Terdapat 11 pokok materi krusial dalam revisi PM 32 Tahun 2016 ini, meliputi 1) jenis angkutan sewa; 2) kapasitas silinder mesin kendaraan; 3) batas tarif angkutan sewa khusus; 4) kuota jumlah kendaraan angkutan sewa khusus; 5) kewajiban STNK berbadan hukum; 6) pengujian berkala/ KIR; 7) Pool; 8) Bengkel; 9) Pajak; 10) Akses Dashboard; dan 11) Sanksi.
Salah satu revisi PM32/2016 adalah mengatur kuota armada taksi online dan menentukan tarif batas atas-bawah. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ingin tarif taksi online tak jauh berbeda dengan yang konvensional.
"Batas atas bawah tarif itu diserahkan kepada pemda, patokannya paling tidak misalnya argo yang taksi konvensional misalnya dia batasnya Rp 50 ribu, nah dia (taksi online) jangan sampai kemudian batas bawahnya dilos," tutur Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto belum lama ini. (fyk/fyk)