Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ironi Go-Jek: Unicorn yang Dipasung

Ironi Go-Jek: Unicorn yang Dipasung


Ardhi Suryadhi - detikInet

(kiri): CEO Go-Jek Nadiem Makarim.
Jakarta -

Masih begitu lekat di ingatan bagaimana Menkominfo Rudiantara dan rombongan begitu menggebu-gebu memboyong Go-Jek cs ke Silicon Valley, Amerika Serikat.

Hal ini tentu sangat jarang terlihat, juga bukan sekadar pamer. Namun untuk menunjukkan kepada dunia β€” khususnya komunitas teknologi di Silicon Valley -- bahwa Indonesia juga punya startup unicorn dan siap jadi jawara ekonomi digital Asia Pasifik.

Unicorn merupakan sebutan yang dialamatkan kepada startup digital dengan valuasi di atas USD 1 miliar. Tak banyak startup lokal yang bisa masuk ke dalam kasta kelas atas ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk hajatan ke Sillicon Valley akhir Oktober 2015 lalu, pemerintah yang diwakili oleh Menkominfo Rudiantara, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf pun hanya membawa pentolan startup lokal terpilih: CEO Go-Jek Nadiem Makarim, CEO Tokopedia William Tanuwijaya, dan bos Traveloka Ferry Unardi.

Para unicorn ini sekaligus juga bakal menjadi role model bagi startup lainnya agar bisa sukses dan tak cuma jadi penonton dari wara-wiri startup asing yang mengekspansi Indonesia. Tak tanggung-tanggung, pemerintah ingin melahirkan seribu digital entrepreneur yang memiliki total valuasi USD 10 miliar atau hampir Rp 150 triliun!

"Ini sebuah mimpi, tapi realistis. Untuk menerapkan ini kita butuh teknopreneur, inkubator, mentor, pendanaan apakah itu dari venture capital atau dari angel investor,” tegas menkominfo.

"Kita ajak semua teman di sini untuk berhitung, berapa yang dibutuhkan untuk mencapai seribu teknopreneur, berapa pendanaannya, berapa meter persegi ruangan yang dibutuhkan untuk infrastruktur karena inkubator startup kan butuh tempat. Kita siapkan semua,” lanjutnya ketika berbicara sebelum keberangkatannya ke Silicon Valley di akhir Oktober lalu.

Namun sepertinya misi melahirkan seribu teknopreneur lokal bakal menemui jalan terjal. Salah satu hambatan justru datang dari kubu pemerintah sendiri, setelah Kementerian Perhubungan telah resmi melarang seluruh ojek maupun taksi yang berbasis aplikasi online untuk turun beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.

Artinya Go-Jek, Go-Box, GrabBike, GrabCar, Blue-Jek, Lady-Jek apapun itu yang berbasis aplikasi dilarang beroperasi. Pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.

Menurut Kemenhub, pengoperasian Go-Jek cs tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.

Kemenhub mengaku tidak masalah dengan bisnis startup (usaha rintisan digital) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.

Ojek Digital: Disayang atau Dilarang?

Memang, Kemenhub punya payung hukum sebagai dasar untuk menegakkan aturan soal transportasi yang boleh lalu-lalang di Indonesia. Namun sepertinya, banyak masyarakat Indonesia yang sudah kadung jatuh cinta dengan layanan ojek ataupun transportasi lain berbasis digital.

Bahkan, dukungan tak cuma datang dari masyarakat, Presiden Joko Widodo pun pernah mengundang para pengemudi ojek online untuk berdiskusi sambil makan siang di istana negara. Presiden bahkan memuji keberadaan layanan seperti Go-Jek sebagai solusi layanan transportasi yang baik dan memudahkan masyarakat.



Dan sesaat setelah kegaduhan soal pelarangan ojek online sampai ke telinganya, Jokowi langsung berkicau untuk meredakan kerisauan masyarakat.

"Saya segera panggil Menhub. Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan rakyat jadi susah. Harusnya ditata -Jkw," singkat Presiden melalui akun Twitter pribadinya, @jokowi, seperti dikutip detikINET, Jumat (18/12/2015).

Sementara itu, Muhammad Reza, Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPU menilai, polemik β€˜haram atau halalnya’ transportasi berbasis aplikasi harusnya bisa diikuti oleh inovasi juga dari sisi regulasi, bukannya malah membatasi.

β€œSedangkan untuk (transportasi) roda dua, kalau memang regulasinya tidak memperbolehkan lantaran faktor keamanan penumpang dimana tingkat kecelakaan yang mengakibatkan kematian masih didominasi kendaraan roda dua, maka pemerintah harusnya juga melarang ojek konvensional,” jelasnya.

(ash/rns)







Hide Ads