Meski masa persidangan DPR tinggal beberapa hari lagi, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara terus berupaya mendorong agar revisi Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik (UU ITE) bisa dibahas tahun ini juga.
"Saya kejar terus. Ke komisi satu juga sudah saya update. Kalo lambat-lambat nanti saya bawa ke Badan Legislatif (Baleg) lah," ungkapnya saat ditemui usai peluncuran XL Digibiz di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (2/12/2016).
Pria yang akrab disapa Chief RA ini mengatakan dirinya sudah menandatangani naskah revisi UU ITE itu sejak dua bulan lalu dan telah dibawa ke rapat terbatas dengan Presiden Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait tuntutan sejumah aktivis dan penggiat internet yang menyerukan pengapusan pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik, Chief RA mengatakan pemerintah tidak akan menghapusnya.
"Banyak yang minta dijadikan perdata. Tapi jangan lah, harus tetap ada pidana. Biar ada efek jera," ujarnya.
Meski demikian, lanjutnya, dalam revisi UU ITE pemerintah telah menurunkan hukuman pidanannya, dari semula 6 tahun menjadi 4 tahun.
"Asalnya kan enam tahun hukumannya, sekarang diturunkan jadi empat tahun. Karena kalau hukumannya diatas lima tahun itu ditangkap baru ditanya. Nah, dengan diturunkan jadi empat tahun ini, bisa ditanya dulu sebelum dilakukan penahanan," tuturnya.
Lebih lanjut Rudiantara mengatakan ada sejumlah klausul dalam UU ITE yang disesuaikan di dalam KUHP agar tidak rancu. Sayangnya ia tidak menyebutkan secara rinci klausul apa saja yang dimaksud.
Sebelumnya, Koordinator Regional SAFEnet Damar Juniarto mengungkapkan ada 118 netizen yang menjadi korban pasal karet UU ITE sejak 2008 hingga November 2015. Dari jumlah tersebut, 90% merupakan aduan yang terkait pasal pecemaran nama atau defamasi.
"Siapapun yang pernah merasakan terjerat UU ITE akan mengalami efek jera yang berakibat dirinya merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya lagi. Selain itu makin berkurangnya narasumber kritis karena mereka dapat dituntut. Bahkan di Aceh pada awal tahun 2015 ada media menghentikan kegiatannya setelah dituntut oleh gubernurnya sendiri," jelas Damar.
Karena itulah ia kembali mendesak pemerintah segera merevisi UU ITE agar tidak memakan korban lagi. Bila pemerintah tidak serius maka sama saja menghancurkan harapan para netizen.
"Kalau tidak serius, maka betapa payahnya sekarang pemerintah saat ini. Di mana mereka membiarkan naskahnya terlunta-lunta. Padahal netizen sudah berharap ini diseriuskan dan diselesaikan," pungkasnya.
(afr/fyk)