Salah satu negara di Asia Tengah, Tajikistan, melarang kehadiran Grand Theft Auto (GTA) dan Counter-Strike di negaranya. Mereka melakukannya, karena kedua game tersebut menyebabkan anak-anak muda berbuat berbagai macam kejahatan.
Menurut mereka, game besutan Rockstar dan Valve itu mengandung konten kekerasan dan tidak bermoral. Hal ini berdasarkan analisa ahli sejarah dan budaya Kementerian Kebudayaan Republik Tajikistan, yang menyimpulkan kedua game tersebut mengusung adegan pembunuhan dan perampokan.
"Warga negara, khususnya pemilik pusat permainan komputer, diberitahu bahwa sesuai dengan persyaratan undang-undang Republik Tajikistan, distribusi video dan permainan yang tidak etis dan berisi kekerasan sangat dilarang," tulis Kementerian Dalam Negeri Tajikistan, dilansir detikINET dari Dexerto, Selasa (5/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: GTA 6 Baru akan Dirilis Saat Sudah Sempurna |
Rencananya, polisi ibu kota negara tersebut, Dushanbe, akan melakukan penggerebekan dan inspeksi ke sejumlah toko yang menjual permainan-permainan ini. Pada saat yang sama, pemerintah meminta kepada warganya untuk menjaga anak-anak mereka supaya tidak terlibat dengan permainan yang mendorong tindak kriminal.
"Sehubungan dengan hal tersebut, Departemen Dalam Negeri di Dushanbe meminta seluruh pemilik pusat tersebut untuk tidak mengizinkan distribusi permainan tersebut di kemudian hari," tambahnya.
Tajikistan bukan satu-satunya negara yang melarang satu atau dua game beredar di negaranya. Tahun ini, beberapa negara juga telah memberlakukan pembatasan pada video game, karena khawatir akan adanya kekerasan, konten eksplisit, dan sensitivitas politik atau budaya.
Agustus 2024, Turki memblokir akses terhadap game berjudul Roblox. Alasan mereka melakukannya ialah konten di dalamnya dapat menyebabkan eksploitasi anak.
Laporan menunjukkan bahwa para predator telah menggunakan Roblox untuk merayu dan berteman dengan anak-anak. Selain itu, beberapa pengembang muda di platform ini sudah menyuarakan keluh kesah mereka soal eksploitasi finansial.
Lalu baru-baru ini, Oktober 2024, Kuwait menolak persetujuan untuk merilis Call of Duty: Black Ops 6. Alhasil para pemainnya yang berasal dari negara ini mendapatkan pengembalian dana dari pihak Activision. Sayangnya, untuk alasan penolakan tersebut masih belum jelas.
(hps/fay)