Bila menilik ke belakang, tahun 2016 yang sebentar lagi akan usai menjadi tahun lahirnya teknologi virtual reality. Berbagai produsen seperti HTC dan Oculus resmi meluncurkan headset virtual reality di tahun ini, disusul Sony dengan PlayStation VR di bulan Oktober 2016.
Meski demikian, diakui bahwa rata-rata konten yang hadir seputar game dan menonton video 360 derajat. Sebagai praktisi yang berkutat di bidangnya, Lee Machen selaku General Manager Gaming and VR/AR Sales Intel Corporation punya pendapat lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu apa yang terjadi, lanjut Lee, dirinya berpikir ada sejumlah kemungkinan. Beberapa di antaranya seperti virtual tourism, di mana teknologi ini dipakai untuk mengembangkan sektor pariwisata.
Dengan virtual reality, manusia bisa seolah berada di tempat pariwisata. Tentunya sebagai pengenalan sebelum benar-benar mencoba berwisata secara sungguhan atau mungkin sebagai cara termurah untuk menikmati wisata.
"Yang kedua adalah pelatihan. Ini sedikit berbeda dengan edukasi. Karena dengan pelatihan virtual reality sebagai contoh Anda bisa seolah melakukan operasi. Atau simulasi pilot yang sudah dilakukan di berbagai maskapai di Amerika Serikat," ujarnya.
Karenanya, ini menjadi salah satu strategi Intel untuk mendalami virtual reality dengan menyediakan berbagai persyaratan (produk) untuk bisa menjalan teknologi tersebut. Namun, Lee tentu mengatakan bahwa untuk bisa masif membutuhkan sedikit waktu lebih lama.
Hal ini juga berkaitan dengan harga virtual reality yang masih tergolong mahal. "Aku pikir HTC dan Oculus keduanya memastikan bahwa ketika pertama kali seseorang mencoba virtual reality merasakan pengalaman yang luar biasa. Dan aku rasa strategi menjadikan virtual reality sebagai perangkat high-end di awal sangat bagus," kata Lee.
Meski demikian, Lee mengakui bahwa yang namanya teknlogi pasti mahal di awal. Setelah itu, harga akan turun secara perlahan, mengikuti jumlah produsen yang juga akan bertambah.
"Ada perbedaan level dari performa PC yang dipakai untuk menjalankan teknologi virtual reality. Aku rasa untuk bermain game, ya memang butuh yang memiliki performa hebat. Tapi kalau untuk sekadar menonton atau streaming video, virtual reality tourism tadi aku rasa tak perlu," pungkasnya. (mag/asj)











































