Game petualangan makhluk menyerupai hewan bandikut (sejenis hewan menyerupai tikus yang berkantung) ini pertama kali diciptakan oleh Andy Gavin dan Jason Rubin tahun 1994 silam. Setelah melewati masa pengembangan selama dua tahun, barulah pada tahun 1996 Naughty Dog dan Sony Computer Entertainment merilis seri perdana dari game Crash Bandicoot untuk platform PlayStation One.
Tak butuh lama bagi Crash Bandicoot untuk sukses. Dengan konsep petualangan yang kocak ditambah dengan balutan grafis 3D yang keren pada masa itu, banyak gamer yang menyukai Crash Bandicoot. Game ini pun sempat menjadi salah satu game ikonik PlayStation di masa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Seolah tidak puas dengan hanya satu judul, Naughty Dog kemudian mengembangkan Crash Bandicoot ke dalam tiga judul, yakni Crash Bandicoot 2: Cortex Strikes Back, dan Crash Bandicoot 3: Warped. Lagi-lagi, dua sekuel juga mendapat sambutan yang meriah dari gamer PlayStation.
Kini, tidak terasa lebih dari 20 tahun sudah Crash Bandicoot dilahirkan. Meski demikian, masih ada penggemar yang merindukan Crash beraksi di jagat game. Mendengar permintaan itu, Activision dan developer Vicarious Visions mencoba untuk menghidupkan kembali Crash Bandicoot ke konsol next-gen dengan judul Crash Bandicoot N. Sane Trilogy.
Lalu seperti apa impresi game ini? Apakah bisa game ini menyodorkan lebih dari sekadar nostalgia? Berikut review-nya.
![]() |
Tiga Judul dalam Satu Kemasan
Sesuai judulnya, Crash Bandicoot N. Sane Trilogy menggabungkan tiga judul ikonik Crash Bandicoot dalam satu kemasan. Alur cerita dan gameplay yang disajikan memang tidak berbeda dari judul aselinya.
Sekadar rangkuman, Crash Bandicoot berasal dari hewan percobaan seorang profesor jahat bernama Dr. Neo Cortex. Crash pun berhasil kabur dengan kemampuan baru, namun malangnya wanita pujaannya, Tawna, masih terkurung di markas Dr. Neo Cortex.
Dalam beraksi Crash Bandicoot tidak sendirian. Ia kerap ditemani oleh sahabat-sahabatnya, seperti Coco Bandicoot, Polar Bear, dan tak ketinggalan sang topeng sakti Aku Aku. Topeng ini menjadi salah satu ciri khas Crash Bandicoot, di mana tugasnya melindungi Crash selama perjalanan.
![]() |
Judul kedua Crash Bandicoot masih seputar perseteruan dengan Dr. Neo Cortex. Setelah dikalahkan oleh Crash di seri pertama, Cortex jatuh dari singasananya ke bumi. Ketika terjatuh itu ia menemukan sebuah kristal yang menurut penelitiannya bersama rekannya Dr. N. Gin bisa dijadikan sumber energi untuk perangkat temuannya.
Karenanya, ia kemudian merancang sebuah skenario agar Crash bisa mengambilkan 25 kristal yang tersebar di bumi dan menyerahkan kristal tersebut untuknya. Untuk judul kedua ini, masih terasa nuansa seri pertama.
Sementara untuk judul ketiga yang juga menjadi pamungkas juga menceritakan pertikaian antara Crash dengan Dr. Neo Cortex. Seperti halnya dengan judul kedua, di sini level terbagi dalam beberapa stage yang dijaga oleh bos-bos kuat, seperti Tiny Tiger, Dingodile, dan lainnya.
![]() |
Bernostalgia dengan Rasa Modern
Harus diakui Crash Bandicoot N. Sane Trilogy ini memang game yang disiapkan untuk mengobati rasa rindu. Saya pun termasuk generasi yang tumbuh di rental PlayStation dan memainkan game ini seri demi seri. Karenanya saya tak henti-hentinya tersenyum ketika memainkan game ini.
Tersenyum sembari mengingat masa-masa indah sewaktu kecil. Beberapa rekan yang kebetulan menyaksikan permainan Crash Bandicoot N. Sane Trilogi pun berdecak heran karena ternyata game ini masih tetap eksis sampai saat ini.
Perasaan rindu ini bahkan sudah dimulai sejak pertama kali pembukaan game. Alunan musik dan dialog karakter yang khas serasa tubuh ini kembali ke masa lalu.
![]() |
Namanya juga remaster, Activision dan Vicarious Visions harus diakui mampu mereka ulang game dengan grafis yang mumpuni, 1440p rendering, cool motion blurring, dan masih banyak lagi. Perbedaan grafis ini sebenarnya sedikit menjadikan Crash Bandicoot N. Sane Trilogy memiliki nuansa yang berbeda dengan game aslinya.
Seperti misalnya pada stage Medieval di seri Crash Bandicoot: Warped, di mana tone warna atau color grading berubah menjadi senja atau berwarna oranye. Begitupula dengan beberapa stage lainnya.
Namun terlepas dari itu developer sukses membuat tidak sekadar game remastered asal-asalan, yang hanya memperdulikan karakter utama. Lingkungan game diperhatikan dengan sangat baik. Bayangan daun dan objek lainnya tertata sangat rapih, berbeda jauh dengan aslinya. Hasilnya, game ini seolah terlahir kembali dengan tampilan visual seperti bukan game remastered, tapi game remake.
![]() |
Opini detikINET
Kesimpulannya adalah game ini pantas disebut sebagai game remaster yang sempurna. Penggunaan engine Skylanders tampaknya menjadi keputusan yang tepat bagi developer Vicarious Visions ketika menggarap game ini.
Anda yang memainkan pasti akan terheran dan mungkin akan berpikir bahwa Crash Bandicoot N. Sane Trilogy adalah game yang lahir di era konsol last -gen atau next-gen. Padahal kita sama-sama tahu bahwa ini adalah game yang hidup di era masa kecil dengan grafis yang tidak secanggih saat ini.
Crash Bandicoot N. Sane Trilogy bisa beradaptasi dengan grafis game saat ini. Bahkan Vicarious Visions tak luput memasukan tren visual game konsol enxt-gen semisal air hujan yang menetes membasahi layar dan sebagainya.
Terlepas dari grafis yang mumpuni, Vicarious Visions juga patut mendapat acungan jempol soal keaslian gameplay. Pun merombak ulang tampilan visual, Vicarious Visions tidak menghilangkan esensi game Crash Bandicoot yang gampang-gampang susah. Bahkan saya masih merasa gregetan ketika bermain game, terutama di stage Race/Highway di seri ketiga.
![]() |